Bisnis.com, JAKARTA--Kendati kinerja ekspor nasional kuartal III tahun ini kembali melemah, pemerintah menargetkan pertumbuhan aktivitas perdagangan penyumbang devisa negara itu mampu tumbuh 300% dalam lima tahun ke depan.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan peningkatan pertumbuhan tersebut mudah tercapai karena pasar global membutuhkan semua potensi Indonesia yang seharusnya bisa dimaksimalkan sejak dahulu.
“Sebenarnya hanya mengejar ketertinggalan selama ini saja. Di sini [level kenaikan 300%] loh seharusnya Indonesia,” katanya di sela-sela sebuah diskusi, Kamis (6/11/2014).
Peningkatan ekspor tersebut, lanjutnya, bisa didorong dengan adanya komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk semakin tegas menyikapi illegal fishing karena potensi ekpor dari hasil laut dinilai cukup besar.
Selain itu, dia juga telah berdiskusi dengan asosiasi mebel untuk bersama-sama meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekspor yang sama dengan target pemerintah dalam lima tahun ke depan. Menurutnya, para pengusaha sepakat untuk melakukan pengamanan produk bahan baku dalam negeri agar target tersebut dapat tercapai.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung pun mengatakan peningkatan ekspor akan berlangsung secara bertahap. Dia mengatakan target tersebut bisa tercapai asalkan pemerintah fokus pada pengembangan industri manufaktur padat karya di tengah perlambatan ekonomi China.
“[Pertanian saja] enggak bisa, harus manufaktur,” tegasnya.
Seperti diketahui, jelang akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah telah memangkas target ekspor 2014 hingga 5% dari target awal senilai US$190 miliar. Dengan demikian, target tersebut hanya naik tipis dari target pada 2013 senilai US$179 miliar bahkan lebih rendah dari realisasi ekspor pada 2013 senilai US$182,6 miliar.
Menteri Perdagangan waktu itu M. Lutfi mengatakan revisi target ekspor tersebut dikarenakan harga komoditas andalan ekspor, seperti batu bara dan Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mengalami penurunan di pasar.
“Neraca perdagangan pada Agustus 2014 mengalami defisit sebesar US$318,1 juta salah satunya karena lemahnya harga komoditas. Kita harus merevisi target ekspor 2014. Lagi dihitung angka pastinya 1-2 minggu lagi, tapi kasarnya 3%-5%,” ujarnya. (Bisnis, 3/10).