Bisnis.com, PADANG—Pemerintah Provinsi Sumatra Barat diminta melakukan intervensi dan berkontribusi untuk meningkatkan produktivitas pertanian Markisa di daerah setempat, menyusul anjloknya produksi tanaman itu akibat petani mulai enggan melakukan penanaman.
Pengamat Pertanian dari Universitas Andalas Hery Bachrizal Tanjung melihat masih rendahnya perhatian pemerintah daerah untuk pengembangan produk Markisa menjadi penyebab menurunnya produksi.
“Persoalannya apakah pemerintah mau kembangkan atau tidak. Karena peningkatan produksi tanaman itu tergantung dorongan pemerintah,” katanya, Selasa (28/10/2014).
Dia menyebutkan selama ini, Markisa dianggap sebagai salah satu produk hortikultura unggulan Sumbar. Namun, pengembangan produk tanaman itu diserahkan sepenuhnya kepada petani, tanpa ada intervensi pemerintah untuk peningkatan produksi maupun pengembangan pasar.
Dampaknya, harga di tingkat petani tidak pernah naik. Begitu pula dengan pengembangan produk, tidak ada inovasi dan peran pemerintah agar tanaman tersebut memiliki nilai tambah.
Padahal, dengan kontur wilayah Sumbar yang memungkinan dilakukan pengembangan tanaman Markisa, merupakan potensi lokal yang amat besar. Apalagi, tidak semua daerah di Tanah Air cocok ditanami produk itu.
“Mestinya ini potensi daerah, tetapi tidak maksimal karena peran pemerintah lemah. Minimal kalau belum mampu bangun pabrik pengolahan, pasarnya dong dibenahi, sehingga harga yang didapatkan petani juga lebih tinggi,” ujarnya.
Sebelumnya, petani mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap petani tanaman Markisa, sehingga petani beralih menanam tanaman pangan seperti cabai, bawang, dan tomat.
Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar mencatatkan produksi Markisa di daerah tersebut hanya 60.000 ton tahun lalu. Sementara pada 2012, produksi tanaman tersebut mencapai 118.583 ton atau terjadi penurunan hingga 49%.
Untuk tahun ini, Pemprov Sumbar berencana meningkatkan produksi tanaman tersebut mencapai 144.710 ton atau meningkat 141% dari tahun 2013. Kabupaten Solok dan Solok Selatan menjadi dua daerah prioritas untuk pengembangan produk tersebut.