Bisnis.com, JAKARTA- Pengalihan orientasi investasi ke Kawasan Timur Indonesia, sejalan dengan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk membangun KTI, dinilai tidak mudah karena investasi dalam negeri maupun asing masih terpusat di Jawa.
Kondisi tersebut tercermin dari realiasi investasi Januari-September 2014 yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akhir pekan lalu yang menunjukkan masih mendominasinya investasi di koridor ekonomi Jawa, yakni mencapai Rp193,3 triliun atau 56,4% dari total investasi Rp342,7 triliun.
Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan tujuan pemerataan ekonomi antar wilayah dengan pembangunan KTI memang bagus, namun pengalihan orientasi investasi di luar Jawa masih membutuhkan kerja keras khususnya pembangunan infrastruktur dasar yang menjadi penghambat investasi di KTI selama ini.
"Tidak bisa berubah dengan mudah dan cepat karena investor itu mengandalkan infrastruktur. Selama itu tidak dipenuhi, investor tetap lebih memilih Jawa yang memang sudah sangat siap," ujarnya kepada Bisnis, Senin (20/10/2014).
Infrastruktur dasar, lanjutnya, harus mulai dieksekusi pemerintah terlebih dahulu, seperti pembebasan lahan, sebelum diserahkan kepada swasta. Menurutnya, selama ini pembangunan infrastruktur selalu terhambat karena tidak ada keberanian dari pemerintah untuk mengawali pembangunan infrastruktur.
Imbas dari kondisi tersebut, sambung Lana, investor yang masuk ke KTI akan selalu berorientasi pada komoditas berbasis sumber daya alam yang rentan pada kondisi global dan tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja.
Dari data realisasi investasi awal tahun ini hingga kuartal III/2014, sektor yang dominan untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Maluku dan Papua yakni sektor tanaman pangan dan perkebunan Rp0,2 triliun atau 50% dari total investasi PMDN di koridor ini. Sementara, penanaman modal asing (PMA) dominan di sektor pertambangan mencapai US$1 miliar atau 83% dari total PMA di koridor ekonomi tersebut.
"Kalau harga komoditas bagus, perekonomian mereka akan ikut naik, tapi kalau sekarang lagi turun, perekonomian mereka juga ikut anjlok," tegasnya.