Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diminta jangan terlambat menaikkan harga BBM bersubsidi karena justru akan memicu sentimen negatif pasar keuangan.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Destry Damayanti mengemukakan pasar telanjur berharap pemerintahan baru merealisasikan rencana kenaikan harga BBM akhir tahun, tidak lama setelah dilantik 20 Oktober 2014.
November 2014 dianggap sebagai momentum yang tepat sebelum Indonesia menghadapi tantangan yang lebih berat, seperti kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang menurut perkiraan dilakukan awal tahun depan.
Kecenderungan ini muncul karena pasar melihat BBM adalah biang masalah ketahanan fiskal sekaligus kinerja perdagangan sehingga harus secepatnya diselesaikan.
Selain itu, pasar mempunyai pertimbangan, semakin segera harga BBM naik, pengalihan belanja subsidi ke belanja infrastruktur akan lebih cepat.
"Sentimennya akan berbeda kalau BBM naik 2015 karena harus bicara dengan DPR segala macam. Saya kira 80% ekonom dan analis ingin BBM naik akhir 2014. Jadi, lebih cepat lebih baik," kata Destry dalam paparan Indonesia Economic Outlook, Rabu (15/10/2014).
Dalam kajian Tim Ekonomi Mandiri, jika harga BBM naik Rp3.000 per liter, maka potensi subsidi yang dapat dihemat bisa mencapai Rp141 triliun sepanjang tahun anggaran. Jika BBM naik November, maka sepanjang dua bulan terakhir tahun ini, subsidi yang dapat dihemat Rp23,5 triliun.
Adapun, inflasi akhir tahun akibat kenaikan harga BBM akan sekitar 8,47% dengan pertumbuhan ekonomi 5,23%.
Destry mengatakan keberanian pemerintah mengeksekusi kenaikan harga BBM menjadi satu-satunya kepastian dari domestik yang diharapkan pasar di tengah tingginya ketidakpastian global.