Bisnis.com, JAKARTA—Kebutuhan garam industri pada tahun depan akan tumbuh 5% terhadap realisasi permintaan tahun ini. Kebutuhan sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai 3,5 juta ton.
Sementara perkembangan kebutuhan garam konsumsi tergantung kepada laju pertumbuhan penduduk dengan asumsi per orang menyerap 3 kilogram garam setahun.
Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Kemenperin Sudarto, di Jakarta, Selasa (14/10/2014) menyatakan pada tahun ini proyeksi produksi garam domestik 2,5 juta ton sukar tercapai.
Menurutnya, angka realistis yang bisa dipenuhi pada Tahun Kuda 2014 ini di kisaran 1,4 juta ton. Jumlah ini dijanjikan bakal bertambah berlipat jika program intensifikasi dan ekstensifikasi berjalan efektif mulai 2015.
"Produktivitas naik dua kali lipat dari 1,4 juta ton itu [menjadi 2,8 juta ton], bisa mensubtitusi impor garam konsumsi 450.000 – 500.000 ton pada 2017," kata Sudarto.
Proyeksi itu bisa tercapai manakala intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pegaraman memberlakukan metode teknologi baru geomembrane di meja kristalisasi. Tak tanggung-tanggung metode ini diyakini bisa mendongkrak produktivitas garam mencapai 50%-100%.
Lahan produksi yang semula cuma menghasilkan 60 – 70 ton per hektare setiap musim dapat meningkat jadi 90 – 100 ton. Teknologi tersebut juga bisa menekan ketergantungan terhadap impor, sedangkan pengembangannya butuh waktu sekitar tiga tahun.
"Seandainya sampai 2016 ekstensifikasi lahan pertaninan garam di NTT gol, pada 2019 industri garam lokal bisa mensubtitusi impor garam industri 1,5 juta ton per tahun," ucap Sudarto.