Bisnis.com, JAKARTA—Keterbatasan infrastruktur tetap menjadi sorotan utama dari investor asing untuk Indonesia.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat menyatakan selain dinamika politik paskapilpres, pemodal tetap mengeluhkan soal fasilitas infrastruktur yang belum memadai.
Hal ini dikemukakan saat dirinya mendampingi Presiden SBY dalam diskusi forum bisnis di Jepang, bulan lalu.
"Sebetulnya sudah banyak industri Jepang yang masuk ke Indonesia. Mereka yang mau masuk lagi memberi catatan soal iklim politik karena ada pilpres dan masalah infrastruktur," kata Hidayat, Selasa (7/10/2014).
Kendala soal infrastruktur terutama untuk kawasan di luar Pulau Jawa. Sementara pemerintah menginginkan lebih banyak penanaman kapital masuk ke luar Jawa. Investor, termasuk Jepang, menantikan kebijakan yang akan dilakukan pemerintah baru.
Jepang merupakan salah satu negara yang berkontribusi cukup besar dalam perkembangan investasi di Tanah Air. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat 10,5% modal segar yang masuk ke Indonesia selama semester I/2014 berasal dari investor asal Jepang.
Hidayat menyatakan terdapat investor Jepang yang berminat membenamkan modal di Indonesia lagi di bidang elektronika. Tapi belum ada kesepakatan paten terkait nilai investasi yang akan digelontorkan.
"Perusahaan elektronika Sharp mau masuk ke Indonesia lagi. Mereka mau menambah pabrik di sini karena diversifikasi produk mereka banyak. Saya sarankan di luar pulau Jawa," ucap Hidayat.
BKPM mencatat pada Januari - Juni 2014, investasi asal Jepang mencapai US$1,5 miliar. Nilai ini setara 10,8% dari total investasi US$14,29 miliar. Kapital yang dibenamkan pemodal asal Negeri Sakura setara dengan 562 proyek.
Jumlah tersebut merupakan yang terbesar setelah Singapura. Investasi dari Negeri Singa menjadi yang terbanyak pada semester I/2014 senilai US$3,4 miliar. Uang ini digunakan untuk membiayai sekitar 883 proyek.
Penanaman modal asing (PMA) lain yang mendominasi adalah Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Malaysia. Paman Sam membenamkan US$663,1 juta, Korea Selatan US$654,8 juta, dan sedangkan Malaysia mencapai US$717,4 juta.