Bisnis.com, JAKARTA - Opsi kenaikan harga bahan bakar bersubsidi akan ditempuh pemerintah baru jika ruang fiskal hasil optimalisasi anggaran tetap tidak cukup membiayai program strategis presiden dan wakil presiden terpilih.
Terkait optimalisasi anggaran lewat kenaikan harga bbm bersubsidi, anggota tim transisi dari unsur fraksi parpol Dolfie O.F.P tidak menjawab dengan tegas apa langkah tersebut akan segera dilakukan. Dia mengatakan akan melihat lebih detilnya.
Menurutnya, jika opsi Rp600 triliun --hasil penghematan anggaran yang ada seperti belanja modal, perjalanan dinas, dan belanja lainnya -- belum cukup untuk mempercepat program Jokowi-JK, maka langkah kenaikan harga bbm akan dilakukan dan menjadi opsi terakhir.
"Makanya kalau kita lihat Rp600 triliun cukup atau tidak, kenaikan bbm itu opsi terakhir," ujar dia seusai menghadiri pertemuan tim transisi dengan Bappenas, Selasa (23/9/2014).
Terkait adanya dana kompensasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi senilai Rp5 triliun pada APBNP 2014 dan Rp5 triliun pada RAPBN 2015, Dolfie mengatakan tidak cukup untuk membantu daya beli masyarakat.
Kenaikan harga BBM bersubdisi, lanjutnya, juga bergantung pada kotak kas yang diberikan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau ternyata kotak kas SBY tidak ada uangnya maka mau tidak mau kenaikan jadi opsi, karena kita tidak tahu defisitnya berapa. Kitra sih sudah dengar dari informasi kasnya memang defisit.
Kepala staf tim transisi Rini Soemarno mengatakan yang paling penting saat ini yakni mempersiapkan program-program subsidi produktif sebelum menentukan waktu dan besaran subsidi jika ada kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Bukan urusannya kapan itu dinaikan, tapi bagaimana kita bisa betul-betul menyiapkan bagaimana program subdisi produktif yang selalu Bapak Jokowi katakan. Bagaimana subdisi produktif bisa diimplementasikan," tegas dia.
Program-program yang produktif, lanjut dia, diproyeksikan untuk masyarakat yang membutuhkan terutama di pedesaan. Dia menyebutkan kebutuhan desa utamanya irigasi, pembangunan air bersih, kesehatan yang melebihi BPJS sekarang, serta pendidikan.
Sebelumnya, para pengusaha lewat roadmap perekonomian Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang diberikan kepada presiden dan wakil presiden terpilih juga mengusulkan adanya kenaikan BBM bersubsidi senilai Rp3.000 dalam 100 hari pertama untuk memberikan ruang fiskal.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan kenaikan tersebut akan memberikan penghematan Rp17 triliun pada 2014 dan Rp150 triliun pada 2015.
Menanggapi usulan para pengusaha tersebut, presiden terpilih Joko Widodo mengatakan menerima baik masukan para pengusaha. Namun pihaknya masih akan melakukan penghitungan lebih matang.
"Semua orang boleh ngasih masukan, kita akan kalkulasi lagi. Lumayan juga bisa hemat Rp150 triliun tahun depan. Tunggu saja tanggal mainnya," ujar Jokowi.
Jokowi memang merasa ruang fiskal yang ada sangat sempit pada RAPBN 2015. Menurutnya, subsidi anggaran sudah dikunci dengan subsidi BBM Rp433 triliun, anggaran pendidikan 20%, bahkan adanya anggaran mengikat terkait utang.
Dia mengaku akan segera mengalihkan subdisi bbm kepada sektor-sektor yang produktif untuk memperbesar ruang fiskal. Salah satunya dengan pembenahan infrastruktur yang saat ini kurang optimal.
"Intinya akan ada pengalihan alokasi anggaran yang lebih produktif. Nyebutnya jangan kenaikan BBM."