Bisnis.com, Jakarta – Kementerian ESDM mendapatkan rapor merah dari Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) karena mencatatkan penyerapan anggaran paling rendah di tengah tingginya alokasi dana untuk institusi tersebut.
Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan realisasi penyerapan anggaran Kementerian ESDM selama semester I/2014 hanya mencapai 7,5% dari total anggaran yang mencapai Rp16,3 triliun.
Realisasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rerata penyerapan anggaran kementerian/lembaga secara keseluruhan yang mencapai 28% pada periode yang sama.
“Penyerapan anggaran Kementerian ESDM sampai semester I/2014 baru 7,5%. Masih ada sisa anggaran yang belum dimanfaatkan sebesar Rp15 triliun,” ujar Kuntoro di sela-sela acara Rapat Pembekalan Instrumen Tata Kelola Keuangan dan Inisiatif Tata Kelola Hutan dan Lahan di Jakarta, Senin (15/9).
Kuntoro menyebutkan ini merupakan tahun kedua kementerian tersebut mencatatkan rapor buruk dalam hal pengelolaan anggaran.
“Kementerian ESDM adalah salah satu kementerian yang paling banyak anggarannya tetapi salah satu paling rendah penyerapannya. Ini sudah tahun kedua,” ujarnya.
Kuntoro menyebutkan selain Kementerian ESDM ada pula kementerian lain dengan tingkat penyerapan anggaran yang juga rendah. Namun demikian, lanjutnya, rendahnya serapan anggaran Kementerian ESDM memiliki dampak sangat besar bagi kehidupan masyarakat.
Dia mencontohkan terhambatnya proyek pembangunan transmisi tegangan tinggi di Jawa Tengah lantaran minimnya perencanaan.
Menurut dia, perencanaan yang kurang baik terkait rencana pembangunan transmisi tersebut kemudian malah menimbulkan kekisruhan dengan pemilik tanah serta fungsi garis lahan.
Di sisi lain dia juga mencontohkan proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Papua yang, lagi-lagi, terkendala minimnya perencanaan.
Padahal, lanjutnya, perlu survey sangat mendalam untuk membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro.
“Transmisi itu penyerapannya rendah sekali. Pembangkit listrik tenaga mikro hidro juga penyerapannya sangat rendah. Dan, kalau semua itu terlambat, ya enggak jadi-jadi pembangunannya. Kalau enggak jadi, ya listrik enggak ada. Repot nanti,” katanya.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan perencanaan kegiatan program memegang peran penting dalam menentukan tinggi atau rendahnya penyerapan anggaran.
“Sehingga kalau ada perencanaan tidak matang, umumnya menyebabkan terjadinya penyerapan yang relatif rendah,” ujarnya.
Anny menambahkan pihaknya telah mencatat kinerja pengelolaan anggaran Kementerian ESDM lantaran telah mencatatkan kinerja buruk selama 2 tahun berturut-turut.
“Sudah dua kali masuk yang terendah ini. Kami catat untuk diperbagiki ke depan,” katanya.
Dia melanjutkan pada akhir tahun anggaran nanti Kementerian ESDM harus mengembalikan sisa anggaran kepada kas Negara apabila kementerian itu tidak dapat menyerap anggaran secarap optimal hingga akhir tahun.
“Kemenkeu berprinsip bahwa program dan projectnya harus dijaga juga governancenya. Jadi bukan sekedar penyerapan harus terealisasi. Namun kita berharap semua dapat diserap dengan baik,” katanya.
TEPPA dibentuk oleh pemerintah untuk meningkatkan realisasi belanja tidak hanya pada K/L tetapi juga di daerah.
Selain kepada Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) dan Wakil Menteri Keuangan, TEPPA juga diamanahkan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
TEPPA, ujar Anny, melakukan proses monitoring dan evaluasi terhadap kinerja pengelolaan keuangan K/L dan Pemerintah Daerah.
Namun demikian, di sisi lain, TEPPA juga secara aktif menjalankan fungsi konsultansi dan advokasi serta merekomendasikan perbaikan-perbaikan regulasi.
Harapannya agar dapat mengurai berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi oleh K/L dan Pemerintah Daerah dalam mengelola anggarannya.