Bisnis.com, Jakarta – Wakil Presiden Boediono meminta para pejabat pemerintahan di pusat dan daerah melakukan instropeksi diri atas pengelolaan anggaran serta tata kelola lahan dan hutan.
Wapres menilai sekarang saat yang tepat untuk melakukan instropeksi sekaligus menginventarisir sejumlah persoalan yang kerap menjadi kendala dalam pengelolaan keuangan serta tata kelola hutan dan lahan.
Pasalnya, hingga saat ini masih banyak kementerian dan lembaga serta pemerintahan daerah yang belum optimal dalam mengelola keuangannya.
Hasil evaluasi Tim Evaluasi Pengawasan dan Penyerapan Anggaran (TEPPA) menunjukkan capaian kinerja realisasi belanja kementerian/lembaga pada semester I/2014 hanya 28% atau naik 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Capaian tersebut masih di bawah target nasional sebesar 29%. Adapun kinerja realisasi belanja pemerintah provinsi baru mencapai 23% dari target 31%.
Saat membuka Rapat Pembekalan Instrumen Tata Kelola Keuangan dan Inisiatif Tata Kelola Hutan dan Lahan di Jakarta, Senin (15/9), Wapres menyorot sejumlah persoalan yang selama ini jadi penghambat dalam proses pengelolaan anggaran pemerintah serta tata kelola hutan dan lahan.
Menurut dia, hal itu tidak terlepas dari kendala teknis serta sosial dan politik. Namun demikian, dia menilai kendala sosial dan politik merupakan salah satu hal yang paling memengaruhi keberhasilan. Dua hal itu pula yang turut memengaruhi keberhasilan tata kelola lahan dan hutan.
Dia menjelaskan contoh kendala proses politik yang paling menonjol ketika mengelola anggaran pemerintah, khususnya keuangan pemerintah daerah, adalah keterlambatan penetapan APBD. Hal itu terjadi pada tahap penyerapan dan merupakan bagian proses politik yang dilalui oleh kepala daerah bersama anggota parlemen.
Persoalan sosial dan politik yang lebih rumit juga terjadi ketika menatakelola hutan dan lahan. Dia menyebutkan persoalan lebih kompleks terutama disebabkan oleh banyaknya gesekan dan kepentingan yang muncul saat mengelola hutan dan lahan. Hal itu belum termasuk persoalan teknis seperti batas wilayah yang tidak jelas.
Di sisi lain, masih ada kendala kegamangan para pejabat saat akan merealisasikan anggaran lantaran ketidakjelasan aturan.
“Hal-hal seperti ini harus jadi lesson learned. Saya kira waktunya tepat sekarang bagi kita untuk melakukan stock opname, instrospeksi bagi instansi masing-masing. Momennya sangat krusial karena ini masa pergantian pemerintahan. Jadi apa-apa yang bisa kita jadikan lesson learned diharapkan menjadi pertimbangan pemerintahan yang akan datang,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan peran pemimpin daerah dalam keberlangsungan estafet pemerintahan. Dia mengemukakan para pemimpin daerah baik itu di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, akan menjadi faktor kontinuitas dari pemerintahan sekarang ke pemerintahan yang akan datang.
“Jadi sangat baik apabila pimpinan daerah melihat lagi apa pengalamanya yang bisa jadi kelanjutan untuk dilaksanakan di waktu mendatang dan mana yang perlu diperbaiki lagi.”