Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi-JK Hadapi Masalah Ketenagakerjaan "Warisan" SBY

Pemerintahan baru di bawah pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menghadapi tantangan mengatasi penyerapan tenaga kerja yang rendah yang diwariskan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.nn
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintahan baru di bawah pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menghadapi tantangan mengatasi penyerapan tenaga kerja yang rendah yang diwariskan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Senior Advisor Bidang Kajian Ekonomi Transformasi Jonathan Pincus mengatakan pertumbuhan ekonomi yang hanya berkisar 5%-6% hanya menyerap 800.000 tenaga kerja setiap tahun.

Padahal, setiap tahun muncul 2 juta angkatan kerja baru. Dengan demikian, sekitar 1,2 juta angkatan kerja terpaksa menganggur atau bekerja di sektor informal dengan upah minim dan kualitas hidup rendah.

"Tidak ada yang lebih penting bagi Indonesia dalam waktu 5-10 tahun ke depan selain menyediakan lapangan kerja bagi rakyat," katanya dalam siaran pers, Kamis (11/9/2014).

Dia menyampaikan pertumbuhan ekonomi pada zaman SBY yang lebih banyak ditopang oleh resources boom di sektor pertambangan melatarbelakangi penyerapan tenaga kerja yang rendah.

Sementara itu, sektor manufaktur yang semestinya dapat menyerap tenaga kerja lebih tinggi, justru relatif tidak bertumbuh sejak 1995.

Jonathan melihat pemerintahan Jokowi-JK berpeluang menghadirkan pertumbuhan ekonomi di atas 10% seiring perlambatan ekonomi China.

Menurutnya, industri manufaktur di Negeri Tirai Bambu itu akan pindah ke negara lain, termasuk Indonesia yang berpeluang karena memiliki sumber daya paling mendukung dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.

“Kalau 10% saja manufaktur dari China berpindah ke Indonesia, maka akan ada 21 juta lapangan kerja baru layak yang akan muncul," ujar Jonathan.

Namun, lanjutnya, dampak positif itu hanya akan diterima jika pemerintah membangun infrastruktur di dalam negeri untuk mendukung kinerja manufaktur.

Direktur Eksekutif Transformasi Nugroho Wienarto menyoroti minimnya anggaran yang mampu disediakan pemerintah untuk membangun infrastruktur.

Bahkan, tantangan pemerintahan baru akan lebih berat karena ruang fiskal yang semakin sempit akibat tingginya subsidi bahan bakar minyak.

"Proyek seperti MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) itu bagus, tapi jika tak ada anggarannya, akan sulit direalisasikan,” katanya.

Ketersediaan lahan bagi infrastruktur, lanjutnya, pun penting, yang kebutuhannya berkejaran dengan keperluan untuk produksi pangan.

Dia menyebutkan 60% kebutuhan beras dalam negeri dipasok dari Jawa, sedangkan pembangunan infrastruktur di wilayah itu terus dilakukan.

"Akibatnya, pemenuhan ketersediaan pangan dalam negeri dapat terancam. Ini tantangan Pemerintahan Jokowi-JK ke depan,” ujar Nugroho.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper