Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sedekade Rencana Induk Industri, Ekonom Sorot Serapan Tenaga Kerja Minim

Sejumlah indikator memperlihatkan serapan tenaga kerja Indonesia masih belum optimal.
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. Dok Freepik
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Target serapan tenaga kerja sektor industri yang dicanangkan pemerintah masih jauh dari target. Rancangan Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035 tak kunjung terwujud sepenuhnya. 

Dalam RIPIN 2015-2035 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Peraturan Pemerintah No 14/2015 disebutkan jumlah tenaga kerja di sektor industri dalam RIPIN 2015 dicanangkan dapat mencapai 21,7 juta pada tahun ini. 

Namun, rata-rata kontribusi jumlah tenaga kerja manufaktur masih dikisaran 20 juta - 21 juta orang dalam 5 tahun terakhir. 

Bahkan, pertumbuhan proporsi tenaga kerja sektor industri manufaktur stagnan cenderung susut. Pada 2019, industri pengolahan nonmigas menyumbang 14,91% terhadap total angkatan kerja di Indonesia yaitu mencapai 136 juta orang (Februari 2019).  

Sementara, kontribusinya mengalami penurunan hingga ke titik stagnan dalam dua tahun terakhir 2023-2024 di angka 13,83% dari total angkatan kerja di kisaran 147 juta - 152 juta orang.

Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna mencatat persentase jumlah tenaga kerja di Indonesia sektor manufaktur cenderung stagnan dan melandai sejak tahun 2014. Untuk itu, pemerintah dinilai harus meningkatkan sumber daya manusia (SDM).  

“Selain itu, dari sisi SDM, pemerintah Indonesia gagal mendorong agenda SDM terampil dan masih mengandalkan isu SDM murah,” jelas Ariyo kepada Bisnis, Kamis (6/3/2025). 

Di samping itu, dia menambahkan, pengembangan SDM juga harus diiringi dengan fokus memperkuat penguasaan teknologi inovasi dalam negeri dengan mendorong komersialisasi hasil riset dan teknologi dalam negeri.

Selain isu keterampilan SDM, industri padat karya sebagai penyerap tenaga kerja terbesar saat ini perlu diperkuat tata kelola, termasuk penguatan pasar lewat regulasi pemerintah. 

Lebih lanjut, Ariyo menyoroti tata kelola kebijakan yang tidak transparan dan penegakan hukum yang saat ini lemah juga menjadi perhatian investor.

Secara makro dari sisi daya beli masyarakat, meski jumlah market indonesia besar tapi daya beli masyarakat sedang turun. Menurut dia, market Indonesia saat ini dinilai tak terlalu menarik dibandingkan pangsa pasar lain yang kecil namun daya belinya tinggi. 

Senada, Guru Besar Universitas Paramadina Ahmad Badawi Saluy, mengatakan kinerja industri manufaktur Indonesia dengan negara- negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. 

Indonesia konsisten tertinggal, dengan struktur industri pengolahan yang masih didominasi oleh industri berbasis sumber daya alam (resource-based). 

Sementara itu, Malaysia dan Vietnam telah bergerak ke industri berbasis teknologi tinggi (high-tech), dan Thailand didominasi oleh industri teknologi menengah (medium-tech). 

Kondisi ini menunjukkan perlunya transformasi struktural di sektor industri Indonesia agar mampu bersaing di tingkat global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper