Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengungkap kesiapan industri mebel lokal untuk mengambil alih pangsa pasar China di Amerika Serikat (AS) imbas perang tarif antara AS-China.
Terlebih, furnitur asal Indonesia disebut terbebas dari kebijakan tarif resiprokal atau bea masuk tambahan ke AS sebesar 32%. Pasalnya, komoditas tersebut dinilai tak berisiko dan masih saling menguntungkan dalam perdagangan kedua negara.
Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan peluang ekspor furnitur ke AS masih sangat terbuka, bahkan bisa meningkat kala perang dagang berlangsung. Dia pun meminta pelaku usaha agar memanfaatkan momentum saat ini.
"Meningkatkan kapasitas produksi dan desain agar bisa mengisi kekosongan pasar akibat tergesernya produk dari negara-negara yang dikenai tarif terutama ceruk pasar yang ditinggalkan China hampir US$10 miliar," kata Sobur kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025).
Sebagaimana diketahui, AS menerapkan tarif timbal balik atas barang asal China sebesar 145%, kecuali peralatan teknologi seperti ponsel pintar hingga semikonduktor. Bagi Indonesia, momentum ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan.
Sobur menerangkan, meskipun produk furnitur Indonesia tidak terdampak langsung oleh tarif tersebut, pelaku usaha perlu tetap waspada terhadap dampak lanjutan dari ketegangan perdagangan global.
Baca Juga
"Potensi relokasi permintaan dari buyer AS yang sebelumnya mengambil [furnitur] dari China, yang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produsen Indonesia," jelasnya.
Pelaku usaha lokal memiliki tantangan untuk menjaga ketepatan waktu dan kualitas sebagai kunci untuk memenangkan kepercayaan buyer AS selain inovasi dan efisiensi. Dia menargetkan agar ekspor furnitur ke AS tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, Indonesia juga tetap harus berwaspada atas risiko fluktuasi biaya logistik internasional dan perubahan kebijakan bea masuk dari negara lain akibat efek domino dari perang dagang ini.
Terlebih, ketidakpastian ekonomi global, yang bisa mempengaruhi daya beli konsumen di pasar utama seperti AS dan Eropa. Kendati demikian, Himki tetap ooptimistis dapat meningkatkan kinerja ekspor tahun ini.
"Tahun ini kami menargetkan pertumbuhan ekspor furnitur secara nasional sekitar 8–10%, dengan kontribusi signifikan dari pasar AS. Terlebih dengan produk China yang akan sangat mahal ada potebsi Indonesia tumbuh di atas target 8-10% bahkan bisa capai 10-15% dengan penguatan kapasitas produksi," pungkasnya.