Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGENDALIAN UTANG: BI Jamin Aturan Tak Ganggu Dunia Usaha

Bank Indonesia menjamin pengaturan utang luar negeri korporasi tidak akan mengganggu aktivitas dunia usaha karena regulasi nantinya tidak membatasi, tetapi sekadar memperkuat manajemen risiko.nn

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia menjamin pengaturan utang luar negeri korporasi tidak akan mengganggu aktivitas dunia usaha karena regulasi nantinya tidak membatasi, tetapi sekadar memperkuat manajemen risiko.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menyampaikan bank sentral hanya akan menetapkan tingkatan rasio liabilitas valas terhadap aset valas.

Rasio itu pun nantinya akan mencerminkan seberapa jauh lindung nilai (hedging) kurs dilakukan oleh perusahaan. Pasalnya berdasarkan survei yang dilakukan BI, dari 100 perusahaan sampel, 88 perusahaan tidak melakukan hedging kurs.

Dari 88 perusahaan itu, hanya 21 perusahaan yang mempunyai natural hedging karena berpendapatan valas. Dengan demikian, 67 perusahaan rentan terhadap risiko ketidaksesuaian kurs (currency mismatch).

Tingkatan rasio, kata Juda, akan menjadi acuan apakah utang valas korporasi berada dalam kondisi sehat atau mengkhawatirkan. Seberapapun rasio itu, perusahaan swasta tetap diperbolehkan menarik utang luar negeri.

Pengendalian akan dilakukan melalui mekanisme sanksi terhadap perusahaan yang tetap menarik utang luar negeri meskipun rasio liabilitas mencemaskan.

"Jadi, jangan disalahpahami aturan yang sedang kami kaji ini akan membatasi korporasi mencari pendanaan dari luar. Ini hanya untuk memperkuat manajemen risiko," katanya Juda kepada Bisnis, Selasa (9/9/2014).

Dengan regulasi itu, lanjutnya, BI hanya ingin mengatasi risiko currency mismatch dan maturity mismatch (ketidaksesuaian jatuh tempo).

Apalagi, tahun depan Indonesia menghadapi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang dapat menimbulkan risiko pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan suku bunga.

Juda menuturkan BI sebetulnya sekadar menstandarkan praktik terbaik (best practices) yang selama ini sudah dilakukan oleh kreditur dengan debitur berdasarkan kesepakatan, seperti keharusan hedging, assets liability management, dan kewajiban pemupukan dana sebelum jatuh tempo.

"Kami tidak ingin krisis 1997/1998 terulang. Saat itu utang luar negeri swasta naik pesat, rupiah melemah, leverage korporasi meningkat, dan mereka mengalami problem solvabilitas," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper