Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda memprediksikan permintaan warga Indonesia akan hunian tapak di Singapura masih sangat besar untuk segmen menengah ke atas.
Sejauh ini belum ada titik jenuh orang Indonesia untuk berinvestasi di Singapura, yang ada orang Indonesia sudah jenuh dengan pasar properti di Jakarta dan memilih negara terdekat untuk tempat investasi, katanya,
Ali menambahkan orang Indonesia mulai berbondong-bondong masuk ke Singapura sejak krisis di Indonesia pada 1998 dan kemudian disusul kloter kedua pada 2005.
Baginya, Singapura lebih dilirik untuk investasi dibandingkan dengan negara Kanguru Australia karena stabilnya nilai mata uang dan politiknya.
Selain itu, WNA, termasuk Indonesia mendapatkan banyak keuntungan dari investasi di Negara yang terkenal dengan Patung Singanya tersebut.
Di Singapura, kepemilikan asing diakui oleh pemerintah dan WNA bisa mendapatkan pinjaman bank hingga 70%. Adapaun bunga pinjaman bank di bawah 2%.
Jika Proyek Townhouse milik Far East Organization selesai pada 2016 dan orang Indonesia tidak diperbolehkan lagi menempati rumah tapak di Singapura, jiwa beli mereka tidak akan surut. Mereka [orang Indonesia] langsung beralih ke apartemen, ujarnya.
Seperti diketahui, kepemilikan rumah tapak bagi warga negara asing (WNA) di Singapura dibatasi sejak pemerintah mengeluarkan regulasi Urban Redevelopment Authority (URA) yang tidak memperbolehkan WNA membeli rumah tapak di area pembangunan kondominium sejak 3 April 2012.
Namun, karena perizinan Townhouse yang dikembangkan Far East Organization telah dikantongi sebelum peraturan dibukukan, maka hal ini yang menjadikan Far East Organzation satu-satunya pengembang yang masih membangun dan memperjualbelikan Townhouse hingga pembangunan rampung pada 2016.