Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu Ketimpangan Perlu Jadi Prioritas Pemerintah Baru

Guna menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, pemerintah baru diminta memproritaskan isu ketimpangan mengingat pertumbuhan ekonomi dan mekanisme pasar selama satu dekade terakhir tidak terbukti menurunkan ketimpangan.
/Ilustrasi
/Ilustrasi
Bisnis.com, JAKARTA — Guna menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, pemerintah baru diminta memproritaskan isu ketimpangan mengingat pertumbuhan ekonomi dan mekanisme pasar selama satu dekade terakhir tidak terbukti menurunkan ketimpangan.
 
Dalam satu dekade terakhir ini, tingkat kesenjangan pendapatan antara masyarakat miskin dan kaya atau biasa disebut koefisien gini tumbuh 30% ke level 0,41 pada 2013. Angka tersebut adalah angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
 
Padahal, negara-negara tetangga yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat seperti Indonesia, yakni Vietnam, Malaysia, dan Thailand justru mencatatkan ketimpangan yang stabil dengan kecenderungan menurun.
 
Direktur Laboratorium Penelitian Pengabdian pada Masyarat dan Pengkajian (LP3E) Universitas Padjadjaran Arief A. Yusuf mengatakan Indonesia telah mencapai periode, dimana ketimpangan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
 
“Sebenarnya gini ratio kita ini sudah 0,45 apabila berdasarkan tingkat pengeluaran. Nah, berdasarkan studi International Monetary Fund [IMF] apabila gini ratio menembus level 0,45-0,46 maka bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi secara signifikan,” katanya, Kamis (21/8/2014).
 
Dalam acara peluncuran buku “Ketimpangan Pembangunan Indonesia Dari Berbagai Aspek”, Arief mengakui pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama dua dekade terakhir mampu mengurangi angka kemiskinan, terlihat dari meningkatnya pendapatan warga miskin.
 
Kendati demikian, peningkatan pendapatan selama ini justru lebih banyak dirasakan oleh warga kaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi distribusi pendapatan dari warga kaya naik 7% menjadi 49% dalam satu dekade terakhir.
 
Sementara, porsi distribusi pendapatan warga miskin justru turun 4% menjadi 17%. Hal yang sama juga terjadi terhadap warga kelas menengah yang turun 3% menjadi 34%. Dengan kata lain,  pertumbuhan ekonomi selama ini tidak berpihak terhadap kaum miskin.
 
“Isu ketimpangan akan menjadi tantangan terberat bagi pemerintah baru, karena solusi dalam menangani masalah ini tidak segamblang jalan keluar untuk tantangan lain seperti masalah kemiskinan,” tutur Arief.
 
Oleh karena itu, dia menilai penurunan ketimpangan harus dicantumkan dalam Rancangan Pemerintah Jangka Menengah (RPJMN) 2014-2019 dan Rancangan Kerja Pemerimtah RKP (2015), dengan target rasio gini di level 0,35.
 
Arief mengusulkan beberapa solusi untuk mengantisipasi ketimpangan a.l. pertama, meningkatkan perolehan pajak setara dengan rata-rata perolehan pajak negara menengah, yakini 17%-19% dari produk domestik bruto (PDB) selama 5 tahun ke depan.
 
Kedua, realokasi bertahap dana subsidi BBM selama 5 tahun mendatang untuk pendanaan dan perluasan manfaat jaminan sosial antara lain seperti, jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan untuk semua warga.
 
Ketiga, percepatan reformasi birokrasi dan kelembagaan pemerintah guna memperkuat pemerintahan terbuka, dan pelayanan publik yang mudah, bermutu dan terjangkau. Alhasil, korupsi di sektor publik akan menurun.
 
Sementara itu, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo menuturkan ketimpangan yang terus meningkat lebih berbahaya dibandingkan dengan angka kemiskinan.
 
“Kenapa berbahaya karena bisa menimbulkan konflik sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Saat ini, kita masih jauh untuk ke tahap itu, tetapi kalau dibiarkan memang akan seperti itu. Oleh karena itu, ketimpangan menjadi PR untuk kita semua,” tuturnya.
 
Menurutnya, desentralisasi dan otonomi daerah menjadi kunci utama dalam mengurangi ketimpangan. Sayangnya, desentralisasi selama ini justru menjadi penyebab ketimpangan dalam satu dekade terakhir ini terus meningkat.
 
Kendati demikian, dia menilai desentralisasi tetap penting untuk dilakukan mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas. Oleh karena itu, lanjut Lukita, perbaikan sistem desentralisasi harus diperbaiki agar mampu mengurangi ketimpangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper