Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha menyambut baik nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian ESDM dengan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) Kementerian Kehutanan dalam mengembangkan bioenergi berbasis hutan secara intensif.
Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna mengatakan langkah ini menjadikan peluang bisnis di sektor kehutaan semakin terbuka, setelah kondisi HTI yang sedang dalam kondisi tidak baik.
“Sangat positif karena semakin membuka diversifikasi produk pada hutan tanaman yang selama ini orientasinya kayu, pulp and paper. Artinya ada pasar baru untuk kayu untuk energi bioenergi yang mendorong kembali iklim pada sektor HTI,”katanya kepada Bisnis, (3/8/2014).
Menurutnya, tantangan bagi pemerintah terletak tata kelola hutan yang harus memberikan jaminan untuk investor. Dia mencontohkan sebaiknya hutan tanaman energi yang akan ditanam di luar Jawa mencontoh hutan tanaman rakyat di pulau Jawa yang dapat memproduksi hingga 20 juta kubik karena tata kelola yang tepat.
“Pertama harga bebas ditentukan pasar seperti di Jawa, kedua masalah infrastruktur yang harus membantu. Ketiga, perizinan dan pungutan. Artinya hutan energi juga akan berkembang jika memperhatikan ini. Kita tidak bisa mengharapkan hutan tanaman energi ke depan kalau ongkos mahal, infrastruktur susah, harga jualnya mahal dan perizinan juga sulit,”katanya.
Pekan lalu, Dirjen DJEBTKE Rida Mulyana dan Dirjen BUK Bambang Hendroyono menandatangani nota kesepahaman dalam perencanaan, pengusahaan, hingga pendanaan bionergi berbasis hutan energi yang diharapkan dapat menjadi solusi dari ketergantungan masyarakat terhadap fosil needs yang persediannya semakin menipis.
Dirjen BUK Bambang Hendroyono mengatakan akan menyediakan 400ribu ha lahan baru selama lima tahun ke depan yang lokasinya tersebar hampir di seluruh provinsi. Adapun lahan dan jenis tanaman tersebut telah ditetapkan layak oleh Litbang Kehutanan untuk dikembangkan sebagai hutan tanaman energi. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan menjadi biofuel (bahan bakar nabati) yaitu Nyamplung, Bintaro, Kamelina dan Kaliandra.
“Luas hutan tanaman industri 10, 3 juta hektar atau sekitar 640 unit. Target kami untuk hutan tanaman energi mencapai 50 unit dengan 400 ribu hektar yang baru dalam 5 tahun kedepan, rata-rata per tahunnya 80 ribu hektar lah,”katanya.
Dia mengatakan sudah ada 35 perusahaan hutan tanaman industri yang bersedia mengolah. Bambang juga mengatakan bahwa fokus program ini tidak hanya untuk industri skala besar saja, melainkan juga industri kecil dan menegah.
“Sudah ada 35 perusahaan hutan tanaman industri. Untuk hutan kemasyarakatan akan kita coba arahkan untuk menjadi supportingnya, jadi mereka akan menghasilkan energi sendiri,”kata Bambang.
Bambang optimis bahwa lima tahun ke depan, Indonesia akan memetik sumber energi baru dengan terus mengawal program ini.
"Saya yakin lima tahun lagi sudah dapat dilihat berapa luas tanaman hutan energy kita yang dapat digunakan untuk menjadi bahan bakar nabati. Kita harus memaksimalkan hutan produksi kita tidah hanya untuk industri kayu dan kertas saja, tetapi juga mencapai kedaulatan pangan dan energi,"tuturnya.