Bisnis.com, JAKARTA - Puncak perayaan demokrasi di Indonesia telah dilaksanakan pada 9 Juli 2014, di mana masyarakat Indonesia menyuarakan hak pilih mereka untuk menentukan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk 5 tahun mendatang.
Sebelum hasil resmi Pilpres 2014 diumumkan pada 22 Juli mendatang, Citibank Indonesia mengambil inisiatif untuk menggelar seminar Citibank Mid Year Market Outlook Post Presidential Election 2014 di Hotel Four Seasons Jakarta, Selasa (15/7/2014) malam.
Dengan menghadirkan beberapa pembicara yang bergerak di bidang ekonomi maupun politik, seminar ini dirancang untuk memberikan gambaran dan pandangan terkait peluang dan tantangan investasi pasca Pilpres 2014 agar nasabah Citibank dapat memetakan strategi investasi mereka secara akurat dalam situasi politik dan ekonomi yang masih dinamis.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan Pilpres 2014 ini merupakan pemilu yang fenomenal dengan tingkat partisipasi yang sangat tinggi. "Hingga mencapai lebih dari 180 juta warga negara baik yang berdomisili di dalam maupun luar negeri,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa Pilpres kali ini juga mengundang perhatian khusus dari masyarakat internasional, mengingat besarnya prospek dan potensi ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman juga menyuarakan hal serupa mengenai potensi Indonesia yang akan dikelola oleh pemerintahan Presiden terpilih untuk masa jabatan 2014-2019, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur yang akan menunjukkan bangkitnya investasi dan perekonomian negara.
Menurutnya, visi ekonomi jangka panjang untuk 15-20 tahun ke depan menjadi hal yang wajib dimiliki oleh pemerintahan baru.
Dengan pertumbuhan global yang melambat, reformasi struktural dibutuhkan untuk mempertahankan pertumbuhan perekonomian di atas 5%. Selain itu, diperlukan penguatan sektor-sektor berorientasi ekspor sebagai sumber devisa.
Sektor transportasi umum juga harus dibangun untuk mengurangi intensitas penggunaan dan impor bahan bakar minyak, katanya.
Dengan sorotan dan perhatian masyarakat internasional, Pilpres 2014 bisa memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengukuhkan posisinya di mata dunia yang telah dibangun oleh pemerintah saat ini, sekaligus memastikan keberlangsungan dukungan dari pihak luar untuk tetap terjalin dengan pemerintahan yang baru.
Harsya Prasetyo, Head of Sales and Marketing PT First State Investments Indonesia turut menyampaikan optimismenya terhadap kemampuan Presiden terpilih untuk melanjutkan perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia.
“Harapan kami para investor yang tadinya wait and see akan mulai berinvestasi kembali, kami optimis dana kelolaan kami dapat tumbuh 51% di akhir 2014," katanya.
Salah satu reksadana yang diluncurkan awal tahun ini di Citibank yaitu First State IndoEquity Opportunities Fund USD telah mencapai 80% dari target dana kelolaan dalam kurun waktu 3 bulan.
Dalam kesempatan yang sama, Ikrar Nusa Bhakti juga menyertakan beberapa faktor yang menurutnya akan mendukung terciptanya situasi aman dan kondusif pasca pengumuman resmi hasil Pilpres pada 22 Juli 2014.
Persiapan oleh TNI dan Polri terkait pengawasan dan pengamanan Pilpres kali ini tampak lebih matang. Faktor sejarah juga menunjukkan bahwa pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif di Indonesia tidak pernah sekalipun memicu kekerasan atau tindakan anarkis dari masyarakat.
"Dan dengan sorotan dan minat dari masyarakat internasional yang begitu besar, ada motivasi tambahan bagi pemerintah saat ini untuk bisa menutup masa kepemerintahan dengan penyelenggaraan Pilpres yang aman dan juga lancar, terang Ikrar.
Mengenai pasar saham menjelang hasil resmi pemilihan Presiden, Vivian Secakusuma, Presiden Direktur PT BNP Paribas Investment Partners, menilai valuasi pasar saham masih berada dalam level yang wajar dan masih jauh di bawah level pada 2008.
Secara regional, return on equity dari emiten Indonesia pun masih merupakan yang tertinggi. Terlihat bahwa ruang untuk terjadinya earnings upgrade masih besar, sementara hasil Pilpres 2014 dan perbaikan kondisi makro dapat menjadi katalis positif.
"Dalam kondisi seperti ini, produk investasi dengan tema infrastruktur yang memiliki strategi bottom up dapat memberikan potensi kenaikan nilai investasi dari pertumbuhan pendapatan kelas menengah dan meningkatnya belanja infrastruktur, kata Vivian.