Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN 2015: Pertumbuhan Ekonomi 5,5%-6%, Moneter Masih Ketat

Asumsi pertumbuhan ekonomi yang akan digunakan sebagai dasar RAPBN 2015 telah disepakati dalam rapat paripurna DPR dengan pemerintah pada kisaran 5,5%-6%.
Menkeu Chatib Basri/Antara
Menkeu Chatib Basri/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Asumsi pertumbuhan ekonomi yang akan digunakan sebagai dasar RAPBN 2015  telah disepakati dalam rapat paripurna DPR dengan pemerintah pada kisaran 5,5%-6%.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tak beranjak dari asumsi tahun ini, yakni batas bawah sama dengan asumsi APBNP 2014 sebesar 5,5% dan batas atas setara asumsi yang telah meleset sebelumnya pada APBN 2014 sebesar 6%.

Tak tanggung-tanggung, Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyatakan jika ada kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan berlangsung pertengahan 2015, pertumbuhan ekonomi hanya akan berada mendekati 5,5%.

“Kita lihat, kalau Amerika naikin interest rate, mungkin di kisaran 5,5%. Kalau naiknnya enggak terlalu signifikan bisa mendekati 6%,” ujarnya seusai menghadiri rapat paripurna dengan DPR RI di Jakarta, Selasa (8/7/2014).

Chatib menilai kisaran asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 realistis dan sudah mencakup pertimbangan kenaikan suku bunga The Fed.

Dia pun mengatakan pertumbuhan ekonomi global yang relatif baik tahun depan diprediksi meningkatkan permintaan komoditas ekspor.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2015 sekitar 3,9% atau naik 0,3% dari tahun ini sebesar 3,6%. Pemerintahan baru, lanjutnya Chatib, akan mempunyai ruang untuk ekpansi fiskal.

Artinya, ada peluang untuk tidak memotong kembali anggaran. “Berarti dari segi ekspor naik, pengeluaran pemerintah naik. Kalau inflasinya bisa dijaga, private consumption-nya naik, growth-nya akan berada di kisaran 5,5% -6%. Selisih setengah persen kan tinggi.”

Terpisah, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menyatakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang disepakati memang sudah memperhitungkan normalisasi moneter oleh The Fed Amerika. Ekonomi Amerika yang membaik akan cenderung membuat suku bunga ikut naik.

Selain itu, tentu yang berperan terhadap asumsi pertumbuhan ekonomi, lanjut Agus, yakni adanya kondisi ekonomi China yang tumbuh lebih rendah di kisaran 7,4%-7,5%. Harga komoditas pun cenderung masih terkoreksi turun pun pada gilirannya akan membuat inflasi dunia melambat.

“Dan sesama negara berkembang pun ada kerentanan karena The Fed itu apabila mulai merespon dengan peningkatan bunga akan memberikan satu kemungkinan terjadinya capital reversal bagi negara-neraga berkembang,” tutur Agus.

Dia enggan mengatakan apakah akan terjadi pengetatan kembali. Sama halnya dengan Chatib, Agus hanya mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terbantu oleh perkiraan membaiknya kondisi ekonomi global pada 2015.

Walaupun pemerintah mengatakan strategi kebijakan fiskal 2015 diarahkan untuk memperkuat stimulus fiskal guna mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan dengan tetap mengendalikan risiko dan kesinambungan fiskal, percepatan diprediksi tidak akan melesat.

Hal inilah yang diungkapkan Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti. Menurutnya tahun depan memang akan tejadi ekspansi namun hanya perlahan.

“[Pertumbuhan ekonomi] tinggi tapi enggak terlalu drastis. Kita perkirakan 5,6 masih make sense. Ngejar 7% atau 8% berat,”ujarnya.

Menurut Destry, mulai 2013 memang terjadi perlambatan ekonomi akibat dampak pengetatan moneter yang berujung pada penurunan investasi yang dalam hanya tumbuh 4%-5%.

Padahal, lanjut dia, investasi menyumbang sekitar 30% dari PDB. Namun demikian, pada 2015 siklus investasi diperkirakan naik karena sudah melakukan adjustment hingga akhir tahun ini.

Kepastian politik yang lebih jelas akibat adanya pemerintahan baru juga turut berperan serta dalam penguatan investasi. Selain itu, perkiraan masih kuatnya konsumsi masyarakat juga akan mendorong para investor untuk beroperasi kembali akibat demand yang tinggi.

Dengan kuatnya investasi, impor akan cenderung naik. Tak sampai di sana, Destry mengatakan dengan adanya prediksi kenaikan harga BBM, akan berdampak pula pada inflasi.Oleh karena itulah, pengetatan diprediksi masih akan terjadi tahun depan.

“Inflasi naik enggak mungkin suku bunga diturunin. Suku bunga diperkirakan masih flat [ketat]. Kalau memaksakan pertumbuhan ekonomi yang kenceng, drivernya dari mana? Ekspor juga belum cukup membantu,” ujarnya.

Sekadar informasi, hasil kesepakatan asumsi dasar dalam RAPBN 2015 akan dikerucutkan dalam nota keuangan dalam pidato Presiden Agustus nanti. Setelah itu, akan dibahas kembali dengan DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper