Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BMAD Benang: Produsen Usulkan Anti Dumping 15%-20%

Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk benang sekitar 15%-20%.¿

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk benang sekitar 15%-20%.¿

Perlu diketahui, pengajuan anti dumping tiga jenis produk benang filament, yaitu spin drawn yarn (SDY), partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY) dilakukan oleh empat perusahaan anggota APSyFI sebagai petisioner yang didukung oleh delapan perusahaan lainnya.

Adapun saat ini, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah menerbitkan essential fact dan menggelar hearing.

KADI menemukan bukti kuat yang menyatakan perusahaan-perusahaan eksportir asal China, Korea Selatan, Malaysia, India, Thailand, dan Taiwan telah melakukan kegiatan perdagangan curang atau dumping. Sekretaris Jenderal APSyFI Redma G. Wirawasta mengatakan perdagangan curang ini telah mengakibatkan injury pada produsen barang sejenis di dalam negeri.

“Kalau dibiarkan terus, itu namanya mentolerir perdagangan curang. Ini menekan kinerja perusahaan produsen sejenis dan mengganggu struktur industri tekstil secara keseluruhan,” kata Redma dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/7).

Direktur PT Indo-Rama Synthetics Tbk. Adya Sudhir mengatakan setelah melakukan pengajuan anti dumping pada Agustus 2013, KADI telah menemukan bukti bahwa beberapa negara memang melakukan praktik perdagangan curang di dalam negeri.

Dia mengusulkan, pengenaan BMAD sekitar 15%-20% untuk perusahaan yang melakukan praktik curang. Semakin tidak kooperatif, pengenaan BMAD agar semakin tinggi.

Namun, kata Adya, pihaknya yang juga sebagai petisioner hanya bisa mengusulkan. Keputusan terakhir tetap akan diputuskan oleh KADI.

“Berdasarkan temuan KADI, negara-negara tersebut melakukan dumping dari sekitar 0% hingga 20%. Namun sekali lagi, nantinya setiap perusahaan akan terkena BMAD yang berbeda-beda, kalau perusahaan fair, bisa saja tidak kena atau 0%,” kata Adya.

Adya menambahkan, bila praktik perdagangan curang ini dibiarkan, maka industri hilir dalam negeri akan terganggu. Dia menggambarkan, saat ini India dan China kelebihan pasokan yang cukup banyak

Akibatmya, mereka mengambil pasar Indonesia dengan menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di negaranya. Masuknya produk dari negara-negara tersebut disebabkan oleh safeguard dalam negeri yang tidak kuat.

“Sekarang mereka kelebihan pasokan. Namun, sekitar empat tahun lagi, mereka akan membangun industri di sana, nantinya mereka akan menghentikan ekspor ke Indonesia dan lebih memilih memenuhi pasokan di negaranya. Kalau Indonesia sudah bergantung pada impor, kami produsen tidak bisa maju, dan industri hilir tak dapat bahan baku,” jelas dia.

Sementara itu Vice President Asia Pacific Fibers Tbk Sanjay Patni mengatakan terkait isu yang disampaikan oleh pihak importir bahwa yang mereka impor merupakan produk khusus yang berada dalam nomor HS yang sama, itu tidak benar.

Menurutnya produsen dalam negeri telah mampu memproduksi semua jenis barang yang tercakup dalam HS ini. “Semua jenis dan spesifikasi ,kami punya,” kata Sanjay.

Saat ini, tingkat utilisasi produksi benang filament masih rendah atau sekitar 80%. Hal ini terjadi lantaran tekanan besarnya impor terhadap tingkat utilisasi sehingga tidak bisa mencapai 100%. Padahal, kalau importir bisa menggunakan dalam negeri, produsen akan meningkatkan produksinya dan utilisasi akan semakin meningkat.

“Kami Harap KADI bia segera menerbitkan final determination-nya, agar segera penerapan BMAD ini dilakukan. Kami ingin dapat berkompetisi secara fair di domestik. Tidak ada alasan BMAD ini tidak diterapkan.”

Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menolak rekomendasi pengenaan BMAD oleh KADI atas impor tiga jenis produkbenang tersebut. Pengenaan BMAD dinilai akan sangat merugikan ind

ustri tekstil dalam negeri yang masih membutuhkan pasokan benang impor sebagai bahan baku produksinya. Adapun API sudah menyampaikan keberatan dan tanggapan tertulis atas inisiasi penyelidikan oeh KADI dan keberatan terhadap disclosure essential facts.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Riendy Astria
Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper