Bisnis.com, JAKARTA--Pada 10 Juli 2014, pemerintah akan memutuskan harmonisasi peraturan-peraturan eksisting terkait pelaksanaan sistem lindung nilai (hedging) dalam transaksi yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan milik negara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini, Rabu (2/7/2014), memimpin rapat internal untuk membahas tindak lanjut soal harmonisasi aturan pelaksanaan sistem lindung nilai. Dalam rapat tersebut, Kepala Negara menerima laporan terkait tindak lanjut yang sudah dilakukan atas rencana harmonisasi pelaksanaan sistem lindung nilai.
“Pada 10 Juli pemerintah akan kembali rapat khusus untuk me-review peraturan-peraturan yang ada [terkait soal lindung nilai]. Begitu melakukan review, maka langsung bisa dilaksanakan [lindung nilai]. Kalau bisa lebih cepat,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil.
Rizal menambahkan pemerintah akan membentuk tim teknis untuk melakukan review terhadap sejumlah peraturan yang telah ada terkait lindung nilai. “Tim akan review peraturan yang mungkin ada yang tumpang tindih atau mungkin tidak begitu jelas. Kami buat jelas sehingga implementasi hedging itu bisa cepat dilaksanakan,” ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan saat ini terdapat sejumlah peraturan yang mengatur pelaksanaan lindung nilai, antara lain Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Menkeu, maupun Peraturan Menteri BUMN.
Menurut dia, peraturan-peraturan eksisting tersebut pada dasarnya telah selaras. Akan tetapi, tambahnya, perlu harmonisasi peraturan yang ada sehingga tidak menimbulkan miss-persepsi di tingkat implementasi.
“Yang paling penting sekarang adalah, semua pihak, termasuk auditor dan penegak hukum, punya kesamaan pemahaman, khususnya di level menengah dan teknis yang paling bersentuhan dengan transaksi ini. Nanti bisa melihat apakah kita perlu membuat peraturan tambahan,” katanya.
Menurut Agus, harmonisasi aturan terkait implementasi lindung nilai sudah ditunggu-tunggu, terutama bagi pemerintah dan BUMN yang banyak memiliki kewajiban luar negeri dalam bentuk valuta asing (valas).
“Sebagaimana diketahui, Negara dan BUMN cukup banyak pinjaman luar negeri dalam bentuk valas. Tetapi penerimaannya bukan dalam valas, sehingga mereka perlu melakukan lindung nilai atas risiko nilai tukar.”
Agus menyebutkan nilai penting pelaksanaan sistem lindung nilai bagi pemerintah maupun perusahaan-perusahaan milik pemerintah di Indonesia. Dia menegaskan bahwa akan beresiko jika Negara dan BUMN tidak segera mengimplementasikan lindung nilai.
“Saat ini risiko sudah besar dan kita belum bisa lakukan lindung nilai. Ini sangat buruk untuk kita kalau kita tidak segera selesaikan.”
Agus menjelaskan prinsip lindung nilai yang hampir sama dengan prinsip dasar asuransi, yakni melakukan perlindungan atas resiko yang mungkin terjadi di masa depan. Untuk melakukan lindung nilai, lanjutnya, ada sejumlah biaya yang perlu dibayar seperti halnya premi dalam prinsip asuransi.
Pemerintah, lanjut Agus, tidak ingin biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan lindung nilai atas transaksi-transaksi yang terjadi sebagai kerugian Negara.
Oleh karena itu, diperlukan prinsip akuntansi lindung nilai yang menempatkan selisih berlebih pada saat jatuh tempo kontrak lindung nilai sebagai pendapatan dan selisih yang kurang sebagai biaya lindung nilai.
“Jadi bukannya rugi dan untung. Bagi auditor maupun bagi penegak hukum, harus punya kesepahaman bahwa ini bukanlah suatu kerugian negara dan ini bisa diterima sebagai biaya lindung nilai,” katanya.
Agus menyebutkan harmonisasi aturan implementasi lindung nilai juga diperlukan sebelum pemerintah melaksanakan asuransi bencana dan asuransi ketahanan pangan.
“Kita di indonesia belum bisa melakukan lindung nilai, prinsip-prinsip asuransi bencana, asuransi ketahanan pangan, itu tidak bisa kita laksanakan,” katanya.