Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonom memprediksi defisit akan terulang pada Mei meskipun menyempit menjadi US$100 juta karena ekspor masih terkoreksi.
Proyeksi median dari 21 ekonom yang disurvei Bloomberg menyebutkan neraca perdagangan Mei defisit US$100 juta, lebih rendah dari defisit bulan sebelumnya yang mencapai US$1,96 miliar.
Estimasi berkisar dari defisit US$1,35 miliar hingga surplus US$179 juta.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede -- salah satu ekonom yang disurvei -- memperkirakan defisit perdagangan terjadi karena ekspor belum cukup menunjukkan perbaikan karena CPO, yang selama ini berkontribusi di atas 10%, masih mengalami penurunan harga di pasar internasional.
Impor nonmigas memang turun terpengaruh depresiasi rupiah, koreksinya tidak secepat kontraksi ekspor.
“Untuk year on year, ekspor turun 6%, tetapi impor hanya turun 5%. Penurunan ekspor yang lebih cepat membuat neraca perdagangan secara keseluruhan defisit USS713 juta,” jelasnya, Senin (30/6/2014).
Namun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti memprediksi neraca perdagangan Mei surplus US$85 juta.
Destry menjelaskan neraca perdagangan terbantu kenaikan volume ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya hingga 23% (month to month), a.l. karena peningkatan permintaaan dari China dan India.
“Impor pangan memang naik, tetapi upsize ekspor lebih tinggi,” katanya.
Impor BBM memang tinggi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan menjelang Lebaran, tetapi menurut Destry mampu dikejar oleh ekspor minyak mentah.