Bisnis.com, JAKARTA- Pelaku usaha angkutan barang melalui jalan darat mendukung rencana pemerintah membenahi jembatan timbang, di antaranya penambahan kewenangan penindakan.
Wakil Ketua Umum bidang Angkutan Darat DPP ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia) Edwin Yudhawan mengatakan pihaknya merespon positif niat pemerintah menekan jumlah pelanggaran lalu lintas tersebut.
Menurutnya, pembenahan jembatan timbang memang perlu untuk menekan angka pelanggaran yang berakibat pada hancurnya infrastruktur jalan dan tingginya pungutan liar.
“Selain itu, pemerintah juga perlu menyelaraskan regulasi jembatan timbang tiap daerah, sebab selama ini terjadi perbedaan antar wilayah mengenai beban muatan yang ditolerir melebihi standar,” ujarnya, Minggu (8/6/2014).
Untuk menjamin agar pemilik barang tidak berkolusi dengan operator angkutan, pemerintah dapat menerapkan regulasi standar tarif angkutan. “Di tahun '92 itu pernah diterapkan, sehingga tidak lagi ada pelonjakan volume untuk menekan biaya.”
Sebelumnya, pemerintah melalui Direktorat Perhubungan Darat Kemenhub berencana melakukan pembenahan jembatan timbang. Sebagai pengontrol muatan barang di jalan darat, selama ini otoritas petugas jembatan timbang dianggap tidak punya taring.
Tiap pelanggaran kelebihan muatan truk hanya dikenakan sanksi berupa denda yang rendah. Hal ini diperparah dengan terjadinya tabrakan kewenangan, Dinas Perhubungan kerap kesulitan sewaktu para sopir lebih dulu mengantongi surat tilang Kepolisian, lantas tindak lanjut Kejaksaan pun dianggap belum membuat jera oknum pengusaha.
Karena itu, dalam Rapat Koordinasi Teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berlangsung di Denpasar, Bali, pada beberapa waktu lalu terbersit rencana untuk mendesain ulang jembatan timbang.
Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Hotma Simanjuntak, desain jembatan timbang baru akan dilengkapi dengan areal parkir luas, hal ini seiring dengan perluasan kewenangan penindakan bagi pelanggar aturan.
Singkatnya, ketika terjadi pelanggaran, truk dapat langsung disita, tidak boleh beroperasi selama adanya proses hukum berupa penyidikan terhadap perizinan.
Dengan dasar pemikiran itu, Kemenhub berharap akan menimbulkan efek jera dengan ancaman kerugian lebih besar di pihak operator jasa angkutan.