Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah beralasan perlu ada perlakuan adil terhadap pengusaha sehingga penaikan tarif listrik pada perusahaan nonterbuka harus dilakukan setelah bulan lalu kebijakan itu diterapkan pada perusahaan terbuka.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan usulan kenaikan tarif listrik pada perusahaan non go public merespons aspirasi pengusaha yang menilai pemerintah telah tidak adil dengan hanya menaikkan tarif listrik pada perusahaan terbuka.
“Saya menerima protes. Dianggap melakukan pembedaan dan itu termasuk yang protesnya saya teruskan. Pemerintah sudah sepakat membawa ke DPR, jadi saya ikut,” ujarnya, Rabu (4/6/2014).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (3/6), memaparkan opsi kenaikan tarif listrik pada enam golongan pelanggan sebagai salah satu cara mengurangi potensi pembengkakan subsidi listrik.
Namun, potensi penghematan itu hanya Rp8,51 triliun. Padahal dalam RAPBN Perubahan 2014, pemerintah mengajukan pagu subsidi listrik Rp107, 1 triliun, naik signifikan dari pagu APBN 2014 yang hanya Rp71,4 triliun.
Golongan pelanggan yang diusulkan mengalami kenaikan tarif mencakup industri I-3 non go public, rumah tangga dengan kapasitas daya 3.500-5.500 va (R-2), pemerintah di atas 200 kva (P-2), rumah tangga 2.200 va (R-1), penerangan jalan umum (P-3) dan rumah tangga 1.300 va (R-1). Penaikan tarif dilakukan setiap 2 bulan mulai 1 Juli.
“Pengusaha minta dinaikkan semualah bareng-bareng sehingga terjadi persaingan yang fair. Kelihatannya usulan itu bisa,” ujar Wacik.
Sebelumnya, pemerintah sudah menaikkan tarif listrik melalui Peraturan Menteri ESDM No. 9/2014 tentang Tarif Listrik, dengan alasan menekan defisit APBN 2014. Di bawah skema baru itu, tarif listrik untuk industri skala sedang atau I-3 (kapasitas terpasang di atas 200 kva) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia naik 38,9% mulai 1 Mei.