Bisnis.com, SURABAYA - Serapan bioethanol sebagai campuran bahan bakar masih rendah, sehingga tidak cukup menarik bagi industri untuk meningkatkan kapasitas.
Sekretaris Perusahaan PTPN X M. Cholidi menguraikan permintaan bioethanol untuk campuran bahan bakar hanya 60.000 liter per bulan. Sedangkan pabrik bioethanol di Gempolkerep milik perseroan mampu memproduksi 100.000 liter hari.
"Artinya serapan bioethanol berkualitas standar campuran bahan bakar hanya rendah sekali," jelasnya, Senin (19/5/2014).
PTPN X sejak tahun lalu mengoperasikan pabrik bioethanol berbahan baku tetes tebu yang terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto, Jatim. Pabrik yang dibangun pada 2011 memerlukan investasi Rp467,79 miliar.
Selain persoalan serapan, lanjut Cholidi, produksi bioethanol juga terganjal patokan harga beli pemerintah. Pertamina sebagai potensi pembeli terbesar hanya membeli Rp7.800/liter dari harga ideal menurut industri Rp9.350/liter.
Sekadar memberi gambaran, bioethanol untuk keperluan bahan bakar harus memenuhi tingkat kemurnian 99,5%. Sedangkan produk serupa untuk industri kualitas pemurniannya di bawah standar bahan bakar.
"Makanya kami coba jajaki pasar baru untuk yang fuel grade," jelasnya soal solusi rendahnya penyerapan bioethanol untuk keperluan bahan bakar di dalam negeri.
Menurutnya penggunaan sumber energi terbarukan seperti bioethanol berpotensi dikembangkan karena Indonesia masih impor bahan bakar minyak. Meski pasar ada, nyatanya industri tidak tertarik memproduksi karena harga rendah.
"Solusi ke depannya agar industri tertarik mau tidak mau meningkatkan harga pembelian. Menyambungkan niat industri memproduksi dan pasar agar bisa menyerap perlu kebijakan pemerintah," tegasnya.