Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MINUMAN BERALKOHOL: Pengusaha Keberatan Alokasi Impor

Alokasi impor minuman beralkohol (minol) periode 2014 sejumlah 511.246 karton dinilai masih memberatkan para importir terdaftar minol (IT-MB), meski jumlah tersebut telah berkurang cukup banyak dari ketetapan kuota tahun lalu.
Minuman beralkohol. Pengusaha keberatan dengan alokasi impor/JIBI
Minuman beralkohol. Pengusaha keberatan dengan alokasi impor/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA—Alokasi impor minuman beralkohol (minol) periode 2014 sejumlah 511.246 karton dinilai masih memberatkan para importir terdaftar minol (IT-MB), meski jumlah tersebut telah berkurang cukup banyak dari ketetapan kuota tahun lalu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (Apidmi) Agoes Silaban, yang mengatakan penurunan alokasi yang tidak signifikan tetap akan membuat minol impor resmi kalah bersaing dengan minol selundupan.

 “Para importir maunya malah kalau boleh lebih sedikit lagi [alokasi impor minolnya], karena [minol impor resmi] sulit bersaing dengan minol ilegal,” jelasnya ketika dihubungi Bisnis,Sabtu (17/5/2014).

Sulitnya persaingan harga antara minol impor resmi dengan selundupan, menurutnya, terutama terjadi untuk Golongan C dengan kadar etil alkohol atau etanol lebih dari 20%-55%. Alasannya, bea masuk (BM) dan cukai untuk minol golongan tersebut dinilai terlalu tinggi.

 Alokasi impor minol tahun ini memang lebih rendah ketimbang patokan tahun lalu pada level 550.000 karton. Sebelumnya, pihak importir mendesak Kementerian Perdagangan untuk menekan jumlah kuota 2014 menjadi hanya 425.000 karton saja.

Namun, otoritas perdagangan beralasan alokasi impor minol yang terlalu sedikit akan memicu tingginya angka penyelundupan. Di sisi lain, pihak pengusaha mengklaim penyelundupan marak terjadi karena BM dan cukai yang mencapai 600% per kontainer.

Menanggapi hal itu, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) DJBC Susiwijono Moegiarso mengungkapkan secara teori memang BM dan pajak yang tinggi akan merangsang pengusaha untuk cenderung mencari jalan secara ilegal.

“Namun, bukan berarti itu menjadi pembenaran untuk melakukan pelanggaran. Sebenarnya, besaran tarif BM, apabila dirasa terlalu tinggi, dapat diajukan peninjauan presentasenya ke Tim Tarif,” jelasnya kepada Bisnis.

Peninjauan itu, kataya, hanya bisa dilakukan sepanjang BM dan cukai tersebut memang benar-benar terlalu memberatkan pelaku usaha dan memang bisa dipertimbangkan untuk dikaji guna ditinjau kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper