Bisnis.com, JAKARTA--Produksi bahan kimia dan barang dari kimia dalam negeri merosot drastis. Sepanjang triwulan I/2014 pertumbuhan produksi hanya 2,22% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang mampu tumbuh hingga 18,27%. Mulai dari berhentinya salah satu pabrik hingga nilai tukar rupiah ditengarai menjadi faktor penyebab.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (INAplas) Fajar A.D. Budiyono mengatakan pihaknya sudah memprediksi akan ada penurunan produksi yang cukup drastis pada periode ini. Menurutnya, berhenti operasinya salah satu pabrik, yakni milik PT Polytama Propindo menjadi faktor utama penurunan ini.
Sebelumnya, kilang milik Polytama memang pernah berhenti pada Agustus 2010 dan pada Februari 2013, kilang yang menghasilkan polipropilena tersebut sudah beroperasi kembali.
Namun, kata Fajar, kilang tersebut berhenti kembali sekitar akhir Maret atau awal April lalu.
Padahal, ketika diwawancarai pada 11 Maret 2014, Direktur Utama PT Tuban Petro Indonesia Sukriyanto mengatakan kilang milik PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Polytama sudah mulai menunjukkan perbaikan dan berproduksi penuh.
Fajar tidak mengetahui dengan detail alasan berhenti beroperasinay kilang milik Polytama itu. Dia menilai ada persoalan business to business (B to B) dengan PT Pertamina (Persero) yang tidak mulus. Salah satu bahan baku untuk menghasilkan polipropilena, yakni propilena (C3) yang seharusnya dipasok Pertamina terhenti.
”Padahal dari 1997-2010 baik-baik saja, kemudian ada masalah 2010, terus beroperasi lagi, sekarang kembali seperti itu. Bahkan, Pertamina malah ekspor propilenanya, padahal dalam negeri butuh,” kata Fajar ketika dihubungi Bisnis, Minggu (4/5/2014).
Adapun produksi bahan kimia yang hilang dari Polytama sekitar 240.000 ton per tahun. Menurut Fajar, tak adanya pasokan dari Polytama membuat pertumbuhan produksi bahan kimia dan barang jadi dari bahan kimia menurun.
Selain itu, perbedaan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada triwulan 1/2014 sudah cukup tinggi dibandingkan triwulan 1/2013 yang hanya sekitar Rp9.700. ”Masalah pemilu juga pengaruh, kemudian adanya kenaikan tarif listrik sekarang ini.”
Penurunan pertumbuhan produksi ini, kata Fajar, masih akan berlanjut hingga sepanjang tahun ini. Pasalnya, kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan industri dengan presentase 38,9%-64,7% akan membuat impor barang antara dan barang jadi semakin banyak masuk.
Adapun kenaikan harag juga tidak bisa dielakkan lagi. Diperkirakan, harga bahan baku akan naik sekitar US$50-US$100 per ton dan itu akan diikuti dengan harga di produk akhir.