Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah meminta pelaku usaha peternakan sapi, kerbau dan kuda nasional untuk mewaspadai datangnya wabah surra yang mulai menjangkiti peternakan di Banten dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Badan Litbang Kementerian Pertanian mencatat, sampai pertengahan bulan April 2014, angka kerugian yang diakibatkan oleh meledaknya wabah surra ini mencapai Rp7 miliar di NTT saja.
Untuk Banten, pemerintah belum bisa merilis angka pasti mengenai nilai kerugian yang diderita peternak, hanya saja kementerian mengonfirmasi bahwa ternak yang telah terjangkit mencapai angka puluhan.
Wabah ini diprediksi semakin parah mengingat obat yang tersedia di pasaran juga tidak efektif dan harus mengombinasikan 2 jenis obat.
“Kalau di lapangan itu, ternyata obat yang beredar tidak efektif. Jadi harus ada 2 jenis obat yang digabungkan, kalau sendiri-sendiri tidak ampuh, jadi kami di pusat akan bantu dari aspek itu,” kata Peneliti Penyakit Hewan Balitbang Kementan Samsul Bahri kepada Bisnis, Minggu malam (20/4/2014).
Wabah surra ini, jelasnya, dimulai pada 2010 kemudian mereda pada 2012 yang sempat diproklamirkan sebagai kejadian luar biasa (KLB), dan kembali menyerang sejak awal tahun ini.
Karena sifatnya yang tidak bisa dibasmi, kata Samsul, maka pemerintah hanya sanggup mengendalikan persebarannya dengan cara mengawasi ternak yang keluar dari wilayah-wilayah terjangkit.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan bahwa pihaknya belum memiliki data lengkap terkait wabah surra ini.
Dia mengatakan, asosiasi masih menunggu pemerintah mengambil langkah mengatasi hal ini. “Belum, kami belum ada laporan. Kan baru kemarin pemerintah ada rapat,” ujarnya kepada Bisnis.