Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan industri hulu dan hilir meminta pemerintah menunda rencana kenaikan tarif listrik golongan industri pada Mei 2014.
Kenaikan tarif listrik sebaiknya diberlakukan secara bertahap dan dimulai pada 2015. Hal itu agar tidak terlalu membebani pendapatan pada tahun ini yang sudah sangat berat.
"Kami memaklumi tarif listrik harus naik tetapi jangan sekaligus, tetapi bertahap dua sampai tiga tahun. Hal itu untuk memberi kesempatan bagi industri melakukan penyesuaian," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesia Iron and Steel Industry Association/ IISIA) Hidayat Triseputro di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).
Menurut Hidayat, rencana kenaikan tarif pada Mei 2014, dinilai tidak tepat mengingat industri besi dan baja nasional saat ini masih mengalami tekanan berat akibat faktor esternal. Serbuan baja impor murah dengan harga dumping serta kurs mata uang yang tidak stabil telah menekan margin pendapatan industri hilir besi-baja.
"Kondisinya sangat sulit. Sebab, selain faktor eksternal, anggota kami telah terbebani dengan perubahan upah karyawan sejak awal 2014. Kalau ditambah dengan kenaikan tarif listrik, membuat industri baja susah bersaing," ujar Hidayat.
Ia memperkirakan kenaikan tarif listrik ini akan berdampak pada peningkatan biaya baja hulu sekitar 60 dolar AS per ton. Kenaikan tersebut jauh melampaui margin penjualan rata-rata per ton di industri baja saat ini.
Sekjen Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono juga sependapat agar kenaikan tarif listrik diberlakukan secara bertahap.
Fajar mengatakan, bagi industri plastik, biaya listrik mengontribusi 15 persen dari total biaya produksi, menempati posisi nomor dua setelah bahan baku, sehingga kebijakan kenaikan tarif listrik tersebut sangat berpengaruh.
"Kenaikan tarif listrik jelas sangat memberatkan bagi industri apalagi tahun 2014 merupakan tahun politik, ditambah industri masih terpengaruh kenaikan UMK yang terjadi pada awal tahun 2014," katanya.
Fajar mengatakan, Inaplas telah menyurati Kementerian Perindustrian agar kenaikan tarif listrik tidak diberlakukan sekaligus 13 persen, namun diberlakukan bertahap.
"Paling tidak setahun diberlakukan dua kali dan dimulai tahun depan. Hal itu dapat memperkecil kerugian, karena penjualan produk saat ini merupakan kontrak enam bulan lalu. Sehingga belum memperhitungkan kenaikan tarif listrik sebesar itu," jelas Fajar.
Sebelumnya, Pemerintah telah menetapkan besaran kenaikan tarif listrik konsumen industri skala besar antara 8,6-13,3 persen yang berlaku setiap dua bulan sekali mulai 1 Mei 2014.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan rencana penaikan TDL itu memberatkan.
"Kalau naik sampai 64 persen, kami minta diperpanjang sekitar 2-3 tahun, jangan setahun. Kalau tidak, habis industri dalam negeri kita, kata Sofjan.
Menurutnya, saat ini industri sudah cukup terbebani dengan adanya kenaikan upah minimum regional (UMR), harga gas, pelemahan rupiah, dan hambatan lainnya.
Jika pemerintah tetap menjalankan keputusan ini, kata Sofjan, sudah dipastikan akan banyak perusahaan yang berhenti operasinya. Selain itu, dia juga menilai kenaikan tarif listrik golongan pelanggan I3 perusahaan terbuka tidak masuk akal.
"Tentu tidak fair, mereka usahanya sama, mengapa dibedakan? Perusahaan terbuka seharusnya mendapatkan fasilitas, tetapi malah diberi hadiah seperti ini," ujarnya.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat pernah menyatakan menyetujui subsidi listrik harus dihapuskan agar tidak membebani pemerintah.
Namun, yang menjadi poin krusial saat ini adalah keringanan pembayaran dengan cara mencicil atau bertahap.
"Hal ini silahkan diwacanakan dengan PLN dan Kementerian ESDM. Industri keberatan kalau bayar dalam waktu singkat, kalau bisa saya usulkan lebih dari satu tahun cicilannya," katanya.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ir Jarman MSc di Jakarta, mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan Peraturan Menteri ESDM sebagai dasar hukum pemberlakuan kenaikan tarif listrik industri tersebut.
Disebutkan, permen tersebut juga akan mengatur pemberlakukan penyesuaian tarif secara otomatis (adjustment) untuk empat golongan nonsubsidi yang berlaku per 1 Mei 2014.
Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif dengan besaran 8,6 persen untuk I3 dan 13,3 persen untuk I4 tersebut sebanyak empat kali sepanjang 2014.
Setelah 1 Mei, kenaikan tarif berikutnya adalah 1 Juli, 1 September, dan 1 November 2014. Dengan demikian, secara total pada 2014, tarif I3 akan naik 38,9 persen dan I4 meningkat 64,7 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah harus berhati-hati menaikkan tarif listrik untuk industri.
Pasalnya, subsidi yang cukup besar justru untuk golongan rumah tangga berdaya 450 VA dan 900 VA. Subsidi untuk kedua golongan rumah tangga tersebut mencapai Rp40 triliun.
"Saya kira pemerintah perlu melakukan balancing dengan menaikkan golongan R1, sehingga kenaikan tarif golongan I3 dan I4 tidak terlalu besar," ujarnya.(Antara)