Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjanjian Bilateral Indonesia-Korsel Terancam Ditunda

Pemerintah Indonesia menargetkan perjanjian bilateral Indonesia-Korea Selatan yang rencananya akan diwujudkan dalam Indonesia Korea comprehensive economic partnership agreement (IK-CEPA) tercapai pada Mei ini. Namun, bila kedua belah pihak masih saling berkukuh dengan prinsip masing-masing, perwujudan perjanjian akan ditunda.nn

Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah Indonesia menargetkan perjanjian bilateral Indonesia-Korea Selatan yang rencananya akan diwujudkan dalam Indonesia Korea comprehensive economic partnership agreement (IK-CEPA) tercapai pada Mei ini. Namun, bila kedua belah pihak masih saling berkukuh dengan prinsip masing-masing, perwujudan perjanjian akan ditunda.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan dalam era free trade area (FTA), kerjasama antar negara harus memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Artinya, perjanjian harus win-win dan lebih mengedepankan substansi. Bila ada poin yang tidak seimbang, harus segera di-review. Seperti IK-CEPA yang dalam pasal-pasal kerjasamanya masih dianggap belum menguntungkan kedua belah pihak.

Adapun saat ini, tim perunding dari Indonesia sudah berangkat ke Korea Selatan untuk kembali berdiskusi. “Fokus keberangkatan ke sana adalah memberikan masukan terakhir mengenai keinginan sektor industri nasional. Kami sudah buat presentasi, itu dimasukkan pada suatu framework yang kami sebutsikap indonesia,” kata Hidayat di Jakarta, Selasa (18/2).

Penyelesaian perundingan ini diharapkan bisa terjadi pada Mei ini. Pada saat itu bersamaan dengan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke sana. Namun, bila lantaran masalah prinsip perjanjian tersebut tidak dapat terwujud, maka kerjasama perjanjian akan ditunda.

Ya ditunda, masih ada waktu. Mulai saat ini harus dibangun tradisi kerjasama yang saling menguntungkan. Jangan seperti perjanjian IJEPA yang lebih banyak menguntungkan Jepang dibandingkan Indonesia,” jelas dia.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, status kerjasama perdagangan antara Indonesia-Korea Selatan saat ini adalah Korea sudah membuka 376 post tariff dan meminta 114 post tarif.f Sedangkan Indonesia membuka 226 post tariff dan meminta 81 post tariff. Melihat status tersebut, tentu saja ada ketidaksimbangan, dengan kata lain permintaan Korea terlalu banyak. “Korea minta sejumlah post tariff bea masuknya dinol-kan atau dipangkas, misalnya cuma 3%-5%.”

Secara umum, pasal-pasal dalam kerjasama IK-CEPA hanya memuat perjanjian perdagangan. Namun, kata Hidayat, pihaknya menginginkan adanya investasi dari Korea lantaran pasal-pasal kerjasama yang ada belum menguntungkan Indonesia. Hal ini lah yang menjadi persoalan dan tarik menarik hingga saat ini.

Hidayat mengatakan perundingan IK-CEPA pada prinsipnya adalah sama-sama mencari akses pasar. Hal ini sangat penting untuk kedua belah pihak, khususnya Indonesia dalam menghadapi pasar global. Yang menjadi persoalan, akses pasar Indonesia ke Korea sulit sekali bertambah lantaran negara tersebut memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri.

Kalau semua hanya perdagangan, dan kita nol persenkan, harus diperhitungkan barang-barang yang akan membanjiri Indonesia. Maka itu, kalau Indonesia buka bea masuknya, Korea Investasi dong, itu yang kami butuhkan.”

Secara garis besar, pihaknya menginginkan investasi dari sektor-sektor yang dibutuhkan Indonesia, mulai dari petrokimia, baja, smelter, elektronik, dan sebagainya. “Kalau otomotif mereka sulit, tidak mau, saya tidak mengejar, tidak bisa dipaksa juga, kalau mereka merasa tidak feasible, ya sudah, paling tidak ada industri komponennya masuk,” tambah dia.

Adapun perundingan kerjasama ini dipimpin oleh pihak Kementerian Perdagangan. Kementerian Perindustrian sendiri sebagai wakilnya beserta kementerian terkait lainnya yang berkaitan dengan rencana kerjasama ini. Awalnya, kerjasama ini ditargetkan terwujud pada 2013, tetapi hingga saat ini belum bisa terwujud lantaran kedua belah pihak belum mencapai titik temu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan pihaknya tidak mendesak kerjasama ini harus diteken. Menurutnya, pemerintah harus mencari titik yang memang memberikan keuntungan kedua belah pihak, jadi jangan sampai hanya Korea saja yang diuntungkan.

Adapun hal yang membuat rencana kerjasama ini tertunda-tunda adalah permintaan Korea terlalu banyak dibandingkan yang diminta oleh Indonesia. “Terutama otomotif, mereka itu tidak produksi baja untuk otomotif, tetapi mereka tetap ingin impor tanpa bea masuk, susah kan ini,” kata Sofjan kepada Bisnis, Selasa (19/2/2014).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper