Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CAFTA Diberlakukan , Industri Kosmetik Kalah Bersaing Dengan Asing

Pelaku industri kosmetik dalam negeri kalah bersaing dengan produk asing sejak pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas antara Tiongkok dan ASEAN (China ASEAN Free Trade Agreement/CAFTA) tahun lalu.
Industri kecil dan menengah sangat terpukul dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang tidak stabil./Antara
Industri kecil dan menengah sangat terpukul dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang tidak stabil./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri kosmetik dalam negeri kalah bersaing dengan produk asing sejak pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas antara Tiongkok dan ASEAN (China ASEAN Free Trade Agreement/CAFTA) tahun lalu.

Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik Indonesia (PPAKI) Putri K. Wardani mengatakan dalam kategori daya saing harga produk, Indonesia kalah jauh dari negara lain. Selain itu, menurutnya, produktivitas kerja masyarakat Indonesia masih kalah dengan tenaga kerja asing.

“Dibandingkan dengan asing, industri dalam negeri kalah. Belum lagi, produk impor kosmetik selalu melonjak setiap tahunnya sejak diberlakukan CAFTA dan harmonisasi ASEAN,” terang Putri kepada Bisnis, Minggu (16/2/2014).

Putri mengatakan semua merek kosmetik dari negara tetangga bebas masuk dan beredar tanpa harus mendaftarkan produk-produknya atau sifatnya pemberitahuan. Hal itu, katanya, membuat kondisi pelaku usaha industrik kosmetik lokal saat ini pada posisi semakin tertekan.

“Belum lagi ditambah dengan kenaikan tarif dasar listrik bagi industri dan lainnya, ini sangat memukul bagi pelaku industri,” paparnya.

Imbas dari kenaikan tarif listrik industri yang diberlakukan Mei 2014, Putri  mengatakan pebisnis kosmetik sudah mengambil ancang-ancang untuk menaikan harga produk kosmetik berkisar 10%-30%. Melemahnya rupiah dolar AS juga menambah biaya produksi makin membengkak.

“Kenaikan harga produk untuk menopang kenaikan harga komoditas lainnya,” ujarnya.

Putri sempat melakukan perhitungan sementara, untuk kenaikan tarif listrik 64% berdampak pada kenaikan biaya produksi 15%. Biaya itu belum termasuk kenaikan biaya-biaya tidak langsung seperti supplier bahan baku, kemasan, transportasi yang kemungkinan menaikkan harga jual produk atau jasa mereka.

“Dampak kenaikan tersebut bisa mendorong kenaikan harga 10% hingga 30%. Itu pun tergantung jenis produk dan margin dari masing-masing barang,” ujar Putri.

Dia mengatakan untuk barang berharga murah atau ekonomi yang bermargin tipis tentu kenaikannya akan lebih besar secara persentase. Kenaikan tarif listrik, akan menambah inflasi lagi, mengingat ba nyak barang kosmetik bukan lagi merupakan kebutuhan sekunder tapi sudah merupakan kebutuhan primer, seperti shampo, sabun mandi, pasta gigi, sabun muka dan lain sebagainya.

Putri menambahkan untuk produsen menengah ke atas, kenaikan harga komoditas tidak berimbas terlalu besar pada produk tertentu. Sebaliknya, industri kecil dan menengah sangat terpukul dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang tidak stabil.

“Kami ingin produk kosmetik lokal harus bisa bersaing dengan produk-produk dari luar,” terangnya.

Putri memaparkan infrastruktur dalam negeri yang belum baik mengakibatkan biaya distribusi tinggi. Hal itu bisa berkontribusi menurunkan daya saing industri kosmetik dalam negeri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khamdi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper