Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Bea dan Cukai berjanji pemeriksaan fisik terhadap komoditas beras impor tidak akan memicu penumpukan petikemas di lapangan penumpukan, apalagi menaikkan waktu tunggu kontainer (dwelling time).
Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono mengatakan penanganan beras di jalur merah akan memakan waktu paling lama satu minggu sesuai dengan service level agreement.
Kecuali jika proses behandle tidak cukup kuat, sampel beras akan dibawa ke laboratorium uji yang dapat membuat pemeriksaan molor hingga 2 minggu.
“Jangan khawatir ini akan mengganggu dwelling time atau keluar masuknya barang karena (pemeriksaan laboratorium) ini tidak terlalu banyak,” katanya.
Begitu kasus beras Vietnam mencuat, mulai 29 Januari 2014, otoritas kepabeanan mengubah tingkat risiko komoditas beras dengan pos tarif 1006.30.40.00 dan 1006.30.99.00 menjadi barang berisiko tinggi (high risk) dari semula rendah (low risk).
Dengan kenaikan status itu, maka beras tak hanya melewati penelitian dokumen, tetapi juga pemeriksaan fisik.
Bea Cukai pun mengubah sistem penelitian perizinan impor beras di portal Indonesia Single National Window (INSW) dari sepenuhnya dilakukan secara elektronik menjadi diteliti oleh petugas analyzing point.
Temuan terbaru Ditjen Bea dan Cukai menyebutkan 800 ton beras wangi (fragrance rice) asal Vietnam merupakan beras yang didatangkan dengan menggunakan surat persetujuan impor (SPI) beras Thai Hom Mali.
Bea Cukai mendapati ada ketidaksesuaian antara SPI dengan laporan surveyor (LS) mengenai 32 kontainer beras tersebut.
Untuk memastikannya, otoritas membawa sampel beras untuk diuji di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Subang. Kamis (13/2/2014), hasil uji laboratorium akan keluar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Johan mengingatkan pemeriksaan fisik importasi beras berpotensi meningkatkan yard occupancy ratio (YOR).