Bisnis.com, JAKARTA – Fokus pemerintah tahun ini bergeser pada penanganan kesinambungan transaksi modal dan finansial mengingat defisit transaksi berjalan dianggap sudah mampu dikelola.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan pengurangan stimulus moneter (tapering off quantitative easing) the Federal Reserve yang terus berlangsung memunculkan isu arus modal keluar (capital outflow).
Seperti diketahui, the Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) 28-29 Januari memutuskan kembali mengurangi stimulus US$10 miliar sehingga pembelian obligasi Februari hanya US$65 miliar.
Pengurangan ini akan terus berlanjut sehingga stimulus diperkirakan habis pada pengujung tahun dan era QE berakhir.
Dengan demikian, masalah yang akan dihadapi negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia, adalah ancaman pada transaksi modal dan finansial (capital and financial account) jika outflow terjadi, khususnya investasi portofolio.
Transaksi modal dan finansial sejauh ini surplus. Namun, penyusutan surplus dapat memengaruhi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang sangat sensitif bagi nilai tukar rupiah.
“Jadi, dalam policy, antisipasi kita harus bergeser. Bahwa isu current account di Agustus 2013 harus berganti jadi isu capital account Januari 2014,” katanya, Minggu (2/2/2014)
Pemerintah sejauh ini hanya dapat mengelola di sisi investasi langsung (direct investment). Otoritas fiskal tengah menggodok regulasi untuk menahan arus repatriasi laba perusahaan penanaman modal asing (PMA).
Berhubung Indonesia menganut rezim devisa bebas yang tidak bisa mengontrol lalu lintas devisa, aturan itu sebatas akan memberikan insentif fiskal bagi PMA yang bersedia menginvestasikan kembali (reinvestasi) labanya di Indonesia.
Jika saat ini dividen dikenai pajak penghasilan (PPh) 20% (atau melihat tax treaty) bagi wajib pajak luar negeri, maka tarif itu akan lebih rendah mendekati 0% ketika dividen ditanamkan kembali di Tanah Air.
“Pemerintah sedang mempersiapkan. Dalam 1-2 bulan ini policy akan keluar,” tutur Chatib.
Pemerintah, lanjutnya, pun berjanji menjaga stabilitas makroekonomi dengan fokus pada kebijakan jangka menengah memperbaiki suplai, a.l. memberikan insentif pajak bagi industri bahan baku antara (intermediate goods) yang regulasinya masih dibahas.