Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan industri memprediksi pertumbuhan industri manufaktur tahun ini sulit mencapai 6% akibat berbagai hambatan yang terjadi saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan pertumbuhan industri manufaktur tidak mungkin lebih tinggi dari pertumbuhan 2013. Adapun, pertumbuhan tahun lalu diprediksi mencapai 6%-6,2%.
Selain karena biaya produksi yang meningkat akibat kenaikan upah minimum regional (UMR), kenaikan tarif dasar listrik (TDL), serta kenaikan harga gas, tertekannya kinerja industri manufaktur juga disebabkan oleh bencana banjir yang terjadi sejak awal tahun.
Menurutnya, setiap harinya, industri menelan kerugian sekitar Rp100 miliar dan kejadian ini sudah berlangsung cukup lama. “Tidak mungkin tumbuh lebih tinggi dari tahun lalu, sebenarnya kami harus mencapai 6%, tetapi semua sedang menurun,” kata Sofjan di kantor Kemenperin, Jumat (24/1/2014).
Selama ini perdagangan produk industri selalu positif. Tahun ini pun diprediksi masih tetap positif. Namun, kata Sofjan, bila ongkos produksi perusahaan atau industri terus naik, impor produk manufaktur juga akan tinggi lantaran tidak bersaing dengan impor. “Kalau ongkos produksi naik, ya orang lebih memilih impor logikanya.”
Adapun banjir yang melanda seluruh Indonesia saat ini tidak diprediksikan oleh industri sebelumnya. Menurut Sofjan, ini pertama kalinya banjir terjadi di seluruh Indonesia dan berimbas besar kepada sektor industri. Pihaknya menyadari bahwa sistem logistik di Indonesia belum baik.
“Trasportasi dan logistik terhambat, kami tidak bisa jualan. Bagaimana ini solusinya? Kami belum pernah merasakan banjir yang besar seperti ini, sekarang investor melihat Indonesia bukan negara yang aman,” tambah Sofjan.