Bisnis.com, JAKARTA—Meski akhirnya harga elpiji dinaikkan Rp1.000 per kg, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai PT Pertamina (Persero) masih tetap rugi Rp6,5 triliun tetapi bisa ditekan dari sebelumnya Rp7,7 triliun.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan dari sisi kemampuan dan masa depan bisnis perusahaan pelat merah tersebut, kenaikan Rp1.000 per kg belum bisa menutupi kerugian.
Di sisi lain, hal itu akan berdampak bagi keuangan perusahaan jika dinaikkan hingga sekitar Rp3.900 per kg.
“Sebelumnya, Pertamina rugi Rp7,7 triliun dari bisnis elpiji 12 kg, makanya harganya dinaikkan. Akan tetapi, kerugian bisa ditekan hingga Rp6,5 triliun dengan kenaikan Rp1.000 per kg,” katanya, Senin (6/1/2014).
Dalam kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg itu, pemerintah dihadapkan pada dua sisi, yakni mengedepankan masa depan perusahaan dan daya beli masyarakat.
Bila harganya dinaikkan hingga Rp3.500 per kg, Pertamina akan terbebas dari kerugian, tetapi di sisi lain beban masyarakat akan jauh lebih berat.
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga elpiji ukuran 12 kg sebesar Rp1.000 per kg, mulai Selasa (7/1/2014), pukul 00.00 WIB.
Kenaikan sebesar Rp1.000 per kg itu lebih rendah dibandingkan dengan yang ditetapkan sebelumnya pada 1 Januari 2014 sebesar Rp3.900 per kg.
Kenaikan sebesar Rp3.900 per kg tersebut sempat memicu protes di masyarakat, yang berujung pada instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa 1 x 24 jam Pertamina harus melakukan peninjauan kembali atas keputusan itu.
Menurut Dahlan, kenaikan yang hanya Rp1.000 per kg itu diputuskan melalui rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dinilai merupakan solusi terbaik.
Kenaikan hanya Rp1.000 per kg itu didasarkan pada daya beli masyarakat, harga perolehan, dan kelangsungan distribusi.