Bisnis.com, JAKARTA: Kamar dagang dan industri (Kadin) mengkhawatirkan maraknya kegiatan penyelundupan barang impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok akibat kebijakan penurunan kuota surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) terhadap barang impor yang wajib di periksa fisik atau behandle oleh instansi Bea dan Cukai. Semula kuota itu dipatok rata-rata 20% dan kini diturunkan menjadi 6%-8% dari volume impor.
Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta bidang perdagangan impor ekspor dan kepabeanan, Widijanto mengatakan saat ini banyak kegiatan importasi yang sebelumnya masuk jalur merah berubah menjadi jalur kuning menyusul kebijakan penurunan tingkat resiko barang impor tersebut di pelabuhan.
“Menurut saya Bea dan Cukai tergolong berani, padahal kalau lengah kondisi seperti ini rawan terjadinya penyelundupan,” ujarnya kepada Bisnis hari ini, Senin (30/12/2013).
Dia mengungkapkan, sebelumnya, sekitar 20% volume barang impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok di identifikasi sebagai jalur merah dan wajib behandle, tetapi kini diturunkan hanya tinggal 6-8% saja dengan alasan menghindari kepadatan arus barang dan demi kelancaran logistik nasional.
“Bahkan importasi yang sebelumnya masuk kategori jalur merah kini banyak yang dialihkan menjadi jalur kuning sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan fisik barang,tetapi hanya dilakukan pemeriksaan dokumen,” paparnya.
Widijanto mengatakan kepadatan terminal peti kemas dan menekan dwelling time merupakan faktor pendorong munculnya kebijakan internal Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok untuk menurunkan tingkat resiko importasi khususnya terhadap barang impor kategori jalur merah.
Kondisi itu dipicu menumpuknya barang impor yang tidak dikeluarkan oleh pemiliknya sehingga dwelling time khususnya di jalur merah bisa mencapai 14 hari bahkan lebih, yang pada akhirnya peti kemas itu mesti direlokasi ke lokasi lain di luar pelabuhan, al; ke Marunda dan Cikarang.