Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pabrik Rokok Kian Rontok Jelang Ratifikasi FCTC

Pabrik rokok di Indonesia kian merontok menjelang ratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang akan dilakukan pemerintah akhir 2013.

Bisnis,com, JAKARTA - Pabrik rokok di Indonesia kian merontok menjelang ratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang akan dilakukan pemerintah akhir 2013.

Data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) memaparkan pabrik rokok pada 2009 mencapai 3.225 unit. Jumlah itu menurun 19% atau 2.600 unit pada 2010. Pada 2011, terjadi penurunan jumlah pabrik rokok menjadi 2.540 unit atau berkurang 2% (60 pabrik dari tahun sebelumnya).

Penurunan signifikan pabrik rokok terjadi pada 2012. Tahun lalu, penyusutan jumlah pabrik rokok di Indonesia mencapai 61% dengan jumlah pabrik 1.000 unit.  

“Pada tahun ini kami prediksi ada penurunan lagi 20%. Berdasarkan catatan kami, sekarang ini di Indonesia hanya tersisa 800 pabrik rokok,” terang Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz kepada Bisnis, Senin (16/12/2013).

Hasan mengatakan industri rokok di Tanah Air terancam kian menyusut apabila pemerintah meratifikasi FCTC. Sebagaimana diketahui FCTC yang diadopsi oleh organisasi kesehatan dunai (WHO) pada 2003 dan diberlakukan pada 2005 mengikat standardisasi rokok, pengaturan produksi, promosi dan distribusi.

Pokok-pokok isi FCTC a.l. mengatur konsumsi melalui mekanisme pengendalian harga dan pajak, iklan, sponsorship dan promosi, pemberian label dalam kemasan rokok dan mengatur akses penjualan produk tembakau. “Aturan itu akan berdampak penurunan jumlah pabrik rokok nasional,” ujarnya.

Hasan mengatakan pekerja pabrik rokok di Indonesia terkena dampaknya yakni penurunan kesejahteraan akibat regulasi yang memberatkan industri sampai pada pengurangan tenaga kerja atau bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Pemerintah bisa saja menerbitkan regulasi sendiri yang bersifat nasional tanpa menghilangkan eksistensi industri hasil tembakau, karena negara ini memiliki karakteristik berbeda dengan negara lain. Ini lebih baik daripada mengacu pada aturan internasional,” papar Hasan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper