Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenakan SNI Untuk Teh Impor

Pemerintah diminta segera menerapakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap teh impor karena teh impor tanpa melalui standarisasi ini memiliki harga yang jauh lebih murah sehingga mengancam keberlanjutan industri perkebunan teh dalam negeri.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta segera menerapakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap teh impor karena teh impor tanpa melalui standarisasi ini memiliki harga yang jauh lebih murah sehingga mengancam keberlanjutan industri perkebunan teh dalam negeri.

Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman mengatakan ada ketimpangan tata niaga yang terjadi, komoditas teh ekspor Indonesia terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan yang ketat sementara teh impor justru bebas masuk ke dalam negeri tanpa adanya uji kelayakan keamanan produk.

“Pemerintah harus berlaku adil, produk kami [untuk ekspor] dikenakan berbagai uji kelayakan seperti ISO 9000, ISO 22000, HACPP, RA, UTG dan sebagainya. Maka seharusnya produk impor juga diberlakukan persyaratan yang sama,” katanya, Selasa (26/11).

Selama ini, pemberlakuan persyaratan tersebut tidak diterapkan, akibatnya produk-produk teh impor semakin masuk ke pasar dalam negeri dan mengerus pasar karena harganya yang murah sehingga pengusaha perkebunan teh terancam gulung tikar.

Saat ini, Dede menyebutkan, impor teh mencapai 20.000 ton lebih dan diperkirakan akan terus meningkat, sementara ekspor justru turun akibat turunnya produktifitas dan luas tanam kebun teh. Jika hal ini dibiarkan, sangat mungkin Indonesia akan menjadi importir besar teh dunia.

Oleh karena itu, jelasnya, pemerintah harus mampu mengontrol impor komoditas tersebut, jangan sampai mengancam keberlangsungan industri teh dalam negeri. Selain itu, revitalisasi tanaman dan hilirisasi pabrik juga perlu dilakukan.

Sementara itu, Dirut PT Perkebunan Nusantara VIII Dadi Kusnadi mengatakan sektor industri juga membutuhkan bantuan pemerintah agar mampu berkembang karena saat ini komoditas tersebut tidak menghasilkan keuntungan, justru memberikan kerugian kepada perusahaan karena rendahnya harga sementara biaya produksi masih besar.

“Selama ini BUMN melakukan subsidi silang, jadi komoditas teh yang justru rugi ini di topang dari komoditas lain yang memiliki keuntungan. Padahal perkebunan teh ini merupakan usaha padat karya yang melibatkan banyak tenaga kerja,” jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, Dadi berpendapat tata niaga harus diperbaiki, disektor hulu harus ada peningkatan produktifitas yang tinggi sehingga beban upah pekerja yang ditanggung bisa tertutupi.

Sementara di sektor ekspor, harus ada proteksi terhadap industri teh dalam negeri, dalam hal ini Kementerian Perdagangan sebagai pemegang otoritas kebijakan harus mampu memberikan kebijakan yang melindungi, baik bersifat technical barrier maupun non-technical barrier.

“bisakah pemerintah memproteksi industri teh dalam negeri dengan memberikan non-tarif barrier seperti mewajibkan produk impor lulus tes kelayakan keamanan seperti yang disyaratkan untuk teh ekspor Indonesia,” katanya.

Menanggapi hal ini, Dirjen Industri Agro Kemnterian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan standarisasi memang sudah berjalan, namun saat ini masih bersifat volunteer (sukarela) belum bersifat mandatori (wajib).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika memang standarisasi ini menjadi mandatori, seperti ketersediaan laboratorium pengujian yang memadai. Pendirian laboratorium pendukung membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Selain itu, jelas panggah, hal yang terpenting adalah kesiapan pelaku usaha jika program standarisasi ini diwajibkan. “Pertanyaan penting menyangkut standarisasi adalah apakah pelaku usaha siap melaksanakannya,” tanyanya.

Selama ini, alasan tidak mewajibkan standarisasi ini karena ada beberapa pelaku usaha kecil dan menengah yang keberatan dengan pemberlakuan ini.

“Bisa saja kita menerapkan standarisasi, jika memang tujuannya untuk membendung masuknya produk impor ke dalam negeri. Tetapi ada konsekuensi yang harus ditanggung, jadi harus dilihat dulu seberapa jauh ancaman ini,” katanya.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heryawan mengatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran sebanyak Rp.48 miliar lebih untuk merevitalisasi kebun teh rakyat yang saat ini memang membutuhkan revitalisasi.

“Dana ini di revitalisasi, fokusnya untukmeningkatkan kualitas teh rakyat, bukan menambah areal tanam karena hampir tidak mungkin dilakukan,” katanya.

Rusman menyebutkan, Anggaran tersebut dikhususkan untuk merevitalisasi perkebunan rakyat. Seperti dengan mengganti tanaman yang produktifitasnya turun, diganti dengan benih tanaman yang mutunya terjamin berkualitas tinggi, atau dapat juga dengan meningkatkan kualitas produk tanpa mengganti tanaman yang ada.

 

Data Produksi teh

Tahun                         Produksi

2008                            153.971

2009                            156.901

2010                            156.604

2011                            150.776

2012*                          150.  180

2013**                       152.726


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper