Bisnis.com, JAKARTA--Buah tropis Indonesia sulit bersaing di pasar global karena dinilai harganya kurang kompetitif dibanding produk yang sama dari negara lain. Hal ini dikarenakan sistem pengiriman buah tersebut masih menggunakan jasa pesawat udara sehingga beban yang harus ditanggung perusahaan tinggi.
Direktur PT Alamanda Sejati Utama Komar Muljawibawa mengatakan pengiriman melalui laut yaitu menggunakan kapal jauh lebih murah dibandingkan melalui udara menggunakan pesawat terbang. Hanya saja membutuhkan waktu yang lebih lama.
"Intinya adalah bagaimana menjaga agar buah tetap segar. Buah-buah yang di impor Indonesia itu semuanya melalui laut karena itulah harganya bisa di tekan. Nah kalau Indonesia bisa menerapkan hal serupa, maka produk Indonesia juga akan mampu bersaing di tingkat global," katanya, Selasa (19/11/2013).
Teknologi pengolahan produk terutama teknologi pengawetan produk secara alamiah, jelas Komar, merupakan kunci untuk menembus pasar ekspor dunia karena produk hortikultura seperti buah-buahan ini merupakan komoditas yang rentan mengalami pembusukan.
Perusahaan, kata Komar, menyadari potensi tersebut, karena itulah pihaknya bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian agar membuat teknologi pengawetan buah sehingga pengiriman buah melalui jalur laut dapat dilakukan.
"Kami sudah menerapkan teknologi yang memungkinkan melakukan pengiriman melalui laut meskipun waktunya lama, dengan cara ini, perusahaan berpotensi menghemat beban distribusi," jelasnya.
Komar membuktikan, ekspor mangga ke Dubai menggunakan kapal kontainer ternyata mampu menghemat biaya logistik sebesar US$ 1 per kg. Sementara biaya tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan karena penerapan teknologi tersebut setara Rp.1.000 per kg.
"Secara jangka panjang, perusahaan akan di untungkan. Misalnya kalau potensi yang saya sebutkan tadi dikurskan ke rupiah, maka ada potensi penghematan Rp.10.000 per kg," katanya.
Saat ini perusahaan tersebut setiap bulan mampu mengirim 60 ton buah mangga. Dengan demikian, perusahaan tersebut dapat menghemat anggaran sekitar Rp.600 juta per bulannya.
Sementara itu, Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Haryono mengatakan pertanian kedepan akan mengarah pada pertanian yang berkelanjutan melalui penerapan good agricultural practices (GAP) dari hulu hingga ke hilir. Penerpan teknologi merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari pertanian berkelanjutan tersebut.
Industri buah Indonesia, jelas Haryono, memerlukan dukungan teknologi pengolahan yang modern agar mampu bersaing dengan industri sejenis dari negara lain. "Teknologi pengawetan yang ramah memang dibutuhkan industri buah dalam negeri," katanya.
Indonesia, katanya, memiliki potensi menjadi sentra produksi buah skala dunia. Potensi tesebut juga harus di dukung dengan perkembangan teknologi pengolahan yang modern.