Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang disusul penetapan Upah Minimum Provinsi mengancam industri padar karya terutama tekstil atau garmen.
Chief Economist Bank Mandiri Destri Damayanti mengatakan kenaikan rerata UMP 2013 mencapai 22 % sudah cukup membuat industri tekstil berdarah-darah. Apalagi saat ini juga naik pada angka yang hampir sama diperkirakan 15% - 20% sangat memberatkan.
"Industri tekstil lebih parah. Kita bayangkan kalau kita [UMP] naik lagi, industri tekstil akan kolap," katanya dalam seminar Indonesia Economic Outlook 2014 yang diselenggarakan Bisnis Indonesia di Ritz Carlton Mega Kuningan Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Berdasarkan fakta bahwa perusahaan tekstil asal Korea sudah mengeluhkan pembayaran upah buruh jika masih bertahan di Jakarta. "Ini sangat penting karena mengganggu daya saing kita," ujarnya.
Dalam menentukan KHL, Destri mengusulkan ada sebuah pengertian bahwa masih ada buruh yang mau dibayar lebih rendah dari KHL. Tapi apabila perusahaan menerapkan hal itu akan terbentur regulasi oleh karena itu penentuan KHL dan UMP perlu melihat suplay dan demand.
"Mereka harus pakai prinsip ekonomi suplay and deman, ada labour yang mau kerja dibayar Rp2 juta. Tapi karena mengikuti ketentuan UMP harus anggarkan Rp2,5 juta sehingga indikatornya harus ditambah."
Penentuan UMP berdasarkan prinsip market perlu dipertimbangkan KHL, pertumbuhan ekonomi, produktivitas, ditambah suplay dan demand di pasar untuk melihat mekanisme pasar.