Bisnis.com, JAKARTA – Sistem sanitasi yang buruk diperkirakan menyumbang kerugian 2,3% atau setara dengan US$6,3 miliar dari produk domestik bruto (PDB) tahunan.
Pernyataan itu didasarkan atas kajian yang dilakukan oleh Program Air dan Sanitasi (Water and Sanitation Program-WSP) oleh Bank Dunia beberapa waktu yang lalu.
Menurut laporan Bank Dunia ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang luar biasa beberapa tahun belakangan ini belum diimbangi dengan peningkatan layanan sanitasi.
Irma Magdalena Setiono Spesialis Air dan Sanitasi Bank Dunia mengakui dalam 5 tahun belakangan ini perhatian pemerintah meningkat cukup besar dalam mengatasi permasalahan ini. Namun, tetap saja hal ini berkaitan dengan mengubah kelakuan masyarakat sehingga tantangannya cukup banyak.
“Untuk Indonesia sendiri baru 1% air limbah dan 5% lumpur tinja yang diolah,”ujarnya di Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Irma mengungkapkan baru 12 kota yang mulai mengalokasikan APBD mereka sebesar 2% untuk mengatasi masalah sanitasi. Di Asean, Indonesia masih berada di peringkat ketiga dari bawah, hanya lebih baik dari Timor Leste dan Kamboja pada 2013.
Dia menjelaskan Indonesia baru memiliki 13 kota yang memiliki jaringan pengolahan limbah teramsuk Jakarta. Ada penambahan kota baru, yaitu Manado, tetapi koneksinya masih rendah karena sistemnya belum terhubung sepenuhnya dengan jaringan pengolahan limbah yang ada.
Selain itu, menurut Irma, 135 instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang ada juga belum berfungsi secara maksimal. Dari 135 IPLT, baru 10% yang berfungsi secara optimal.
Banyak hal yang melatarbelakangi fungsi IPLT yang tidak maksimal antara lain belum digunakannya secara maksimal karena limbah masih dibuang di sungai, kapasitas operator IPL yang terbatas, dan desain IPLT yang masih over. “Indonesia memiliki potensi limbah sebanyak 16 juta m3/hari,”ungkapnya.
Irma memaparkan peningkatan layanan pengolahan limbah masih terkendala beberapa hal misalnya pembiayaan yang cukup mahal (teknologi), penerapan peraturan rendah yang kurang, dan keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi.
Sementara itu, Kepala Praktisi Sektor Air Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudipto Sarkar memperkirakan kebutuhan peningkatan layanan sanitasi di Indonesia bisa mencapai US$42,7 miliar dengan estimasi jumlah penduduk perkotaan 2025 sebanyak 172 juta jiwa.
Dia mengharapkan Indonesia bisa mencontoh kisah sukses Malaysia, Korea Selatan, dan Uni Eropa yang berhasil mengatasi permasalahan sanitasi.
Menurutnya, dengan pelayanan sanitasi perkotaan yang berkualitas akan mendukung pertumbuhan perekonomian perkotaan, mengurangi risiko kesehatan, dan melindungi lingkungan.