Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebelum Kontrak Diperpanjang, Inpex Masela Diminta Buktikan Produksi

Bisnis.com, JAKARTA -  Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bobby Rizaldi meminta perusahaan migas asal Jepang, Inpex Masela Ltd, membuktikan dulu produksinya sebelum mengajukan perpanjangan kontrak Blok Masela.

Bisnis.com, JAKARTA -  Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bobby Rizaldi meminta perusahaan migas asal Jepang, Inpex Masela Ltd, membuktikan dulu produksinya sebelum mengajukan perpanjangan kontrak Blok Masela.

"Inpex harus membuktikan dulu hasil produksinya sesuai dengan POD yang telah disetujui, baru setelah itu meminta perpanjangan," katanya di Jakarta, Minggu (29/9/2013).

Sesuai dengan rencana pengembangan (plan of development/POD) yang disetujui oleh Pemerintah pada Desember 2010, Blok Masela direncanakan memproduksi gas 355 MMSCFD dan kondensat 8.400 barel per hari.

Kalau pemerintah memperpanjang konsesi Masela sekarang ini, menurut Bobby, berarti benar adanya bahwa kedaulatan migas sudah hilang. "Jadi, Pemerintah harus tolak perpanjangan kontrak Masela yang diusulkan Inpex," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa Masela yang memiliki cadangan gas besar adalah blok migas yang pertama bagi Inpex sebagai operator. "Jangan sampai ini menjadi proyek coba-coba Inpex sehingga berdampak pada 'cost recovery' yang membengkak dan negara dirugikan," katanya.

Artinya, lanjut Bobby, Inpex hanya menjadikan Masela sebagai bisnis "cost recovery" atau biaya operasi yang dikembalikan saja, tanpa ada manfaat bagi negara, karena seluruh produksi gas diekspor ke Jepang.

Asas Cabotage

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto meminta Inpex tidak menunda produksi Masela hingga 2022.

Pemerintah, tambahnya, mesti juga memakai kapal berbendera Indonesia untuk proyek Masela tersebut. "Ini sejalan dengan asas cabotage yang berlaku penuh mulai 2015," katanya.

Menurut dia, asas cabotage yang mewajibkan kapal berbendera Indonesia, jangan dilihat sebagai peluang bisnis, namun jauh lebih penting adalah terciptanya kedaulatan maritim Indonesia.

Pada 2010, pemerintah memutuskan memakai skema kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 dari semula 4,5 juta ton per tahun untuk memfasilitasi industri kapal domestik.

Dengan ukuran yang lebih kecil, kata dia, kapal pendukungnya juga lebih kecil yang sesuai dengan kemampuan industri nasional.

Sekjen Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widaja juga meminta Inpex tidak menunda produksi Masela. "Industri pengguna gas ingin Masela segera diproduksikan. Sekarang saja, sudah kekurangan," katanya.

Sebelumnya, pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa Inpex bisa saja menunda produksi hingga 2022 jika sudah memperoleh perpanjangan Masela. "Jika perpanjangan kontrak disetujui sekarang, masa kontrak menjadi lebih lama dan itu artinya Inpex bisa menunda investasi atau mengatur produksi," katanya.

Untuk mengantisipasi hal itu, lanjutnya, Pemerintah harus konsisten menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. "Tidak perlu sampai mencari celah hukum atau bahkan melanggar PP," katanya.

Pasar Jepang yang menjadi tujuan ekspor LNG dari Inpex Masela diperkirakan bakal mengalami kejenuhan hingga 2022. Artinya, Jepang baru memerlukan impor LNG setelah 2022.

Sesuai dengan Pasal 28 Ayat (5) PP 35/2004, perpanjangan kontrak blok migas hanya boleh diajukan paling cepat 10 tahun. Sementara, kontrak kerja sama Blok Masela antara pemerintah dan Inpex yang ditandatangani pada tanggal 16 November 1998, baru berakhir 2028 atau masih 15 tahun lagi.

Celah Hukum

Namun, Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro telah mengatakan bahwa Pemerintah akan mencari celah hukum untuk memperpanjang kontrak Inpex tanpa merubah PP-nya.

Alasannya, produksi Masela diperkirakan baru dimulai 2018 atau hanya 10 tahun sebelum kontrak berakhir 2028, sehingga belum cukup mengembalikan investasi yang mencapai US$14 miliar.

Blok Masela terletak di lepas pantai Laut Arafura sekitar 155 km arah barat daya Kota Saumlaki yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste.

Inpex akan membangun kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton per tahun. Saat ini, hak partisipsi Masela dimiliki Inpex Masela Ltd yang sekaligus bertindak sebagai operator sebesar 65 persen dan Shell Corporation 35%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul-nonaktif
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper