Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta perusahaan Jepang Nippon Asahan Alumina (NAA) menghormati perjanjian yang sudah disepakati dengan pemerintah Indonesia, terkait akan berakhirnya kerja sama operasi perusahaan itu dengan PT Inalum pada akhir Oktober mendatang.
Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto mengatakan sesuai kontrak antara kedua belah pihak, kerja sama tersebut berakhir 31 Oktober 2013. Karena itu, ujarnya, sebaiknya PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) diambil oleh Indonesia.
Menurut Airlangga, penghentian kerja sama tersebut harus segera dilakukan karena sesungguhnya pemerintah Indonesia mampu melakukan peleburan logam (smelting). Selain itu, Indonesia mampu melakukan pendalaman struktur untuk pembangunan kilang bauksit guna memproduksi aluminium guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku.
“Tanggal 1 November adalah jadwal yang sudah ditetapkan dan sewajarnya pihak NAA menghormati perjanjian yang sudah disepakati,” ujar Airlangga saat dihubungi Bisnis hari ini, Kamis (26/9/2013).
Namun, kata Airlangga, jika terjadi kebuntuan perundingan maka hal itu dapat diselesaikan dengan melibatkan pihak ketiga yakni arbitrase internasional.
Seperti diberitakan, negosiasi terkait pengambilalihan PT Inalum dari pihak Jepang sampai saat ini masih terus berlangsung.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa maupun Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan masih terdapat perbedaan dalam nilai aset dari perhitungan kedua belah pihak.
Saat ini 58,8% saham PT Inalum masih dimiliki Jepang, sedangkan pihak Indonesia hanya menguasai 42%. (ltc)