Bisnis.com, BATU - Aksi mogok yang dilakukan oleh Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) menyusul gejolak harga kedelai impor tidak menyurutkan perajin tempe di Kota Batu, Jawa Timur, untuk menghentikan produksi.
Menurut perajin tempe di sentra produksi Beji Kota Batu Agus Rohman aksi mogok produksi tempe dan tahu di beberapa kota di Indonesia tidak memengaruhi produksi perajin di Batu.
“Perajin di Beji masih berproduksi kendati harus mengurangi kapasitas produksi dibandingkan dengan saat normal,” kata Agus di Batu, Rabu (11/9/2013).
Saat ini produksi per hari turun hanya sebanyak 2 kwintal dari biasanya yang mencapai 2,5 kwintal. Hasil produksi tersebut untuk memenuhi sejumlah pasar di Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang).
Penurunan produksi tersebut dilakukan untuk mengimbangi harga kedelai yang menembus Rp9.350 per kg. Selain mengurangi kapasitas produksi pihaknya untuk sementara juga merumahkan karyawannya dari lima orang menjadi tiga orang.
“Langkah tersebut terpaksa harus dilakukan untuk menekan biaya produksi yang semakin tinggi,” ujarnya.
Sedangkan di tingkat pedagang ukuran tempe dan tahu terpaksa harus dikurangi tanpa menaikkan harga jual. Harapannya pembeli tidak lari ke menu lain utamanya daging ayam.
Sementara di sentra produksi tempe Sanan Kota Malang sejumlah perajin mulai Senin (9/9/2013) sudah menghentikan produksinya sebagai sikap untuk mendukung langkah yang dilakukan oleh Kopti.
Perajin tempe di Sanan Kota Malang Halimah Swari mengatakan pihaknya praktis menghentikan produksi untuk jangka waktu selama seminggu ke depan. Produksi normal setiap hari di tempatnya rata-rata menghabiskan 1 kwintal kedelai.
“Produksi untuk tempe sementara saya hentikan selama seminggu. Namun untuk penjualan keripik tempe masih jalan terus karena stok keripik tempe masih banyak,” jelas dia.
Pihaknya berharap pemerintah bisa segera mengambil langkah taktis untuk menekan harga kedelai. Karena dengan harga kedelai saat ini kelangsungan produksi perajin tempe terancam eksistensinya. Sejauh ini pihaknya belum menaikkan harga jual tempe maupun keripik tempe produksinya.
Hanya saja jika harga kedelai terus melambung maka opsi untuk menaikkan harga jual hingga 15%-20% bakal diambil. Kendati resikonya cukup besar yakni tingkat penjualan turun karena ditinggal pelanggan.
Peneliti dari Laboratorium Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Yunan Saifulah mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga berimbas pada melambungnya harga kedelai harus segera diatasi pemerintah. “Karena sektor ekspor dan impor yang paling terkena dampak dari gejolak dollar saat ini,” paparnya.