Bisnis.com, JAKARTA - Industri bersama pemerintah siap merealisasikan klaster kawasan industri mainan edukatif terbesar pertama di Indonesia sebelum akhir tahun.
Ketua Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) Danang Sasongko mengatakan pengembangan klaster mainan edukatif ini bertujuan untuk menahan gempuran mainan impor yang cukup membanjiri pasar Indonesia. Rencananya, klaster akan dikembangkan di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya dan mulai beroperasi akhir tahun ini.
Adapun pengembangan klaster ini dilakukan oleh industri bersama pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah setempat dan Kementerian Perindustrian. Pihak Kemenperin memiliki peran dalam menyiapkan permesinan. Sedangkan Pemda menyediakan lahan, kemudian industri setempat yang akan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terlatih. Pihaknya, bersama anggota APMETI lainnya bertugas mengorganisir kegiatan di klaster nanti.
Menurut Danang, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun klaster industri mainan edukatif ini sekitar Rp 5 miliar yang diperoleh dari pemerintah.
Anggaran Rp5 miliar mencakup untuk penyediaan bahan baku, ongkos produksi (listrik), ongkos SDM dan pembukaan pasar (pameran). “Mulai dirintis setahun belakangan, mungkin tiga bulan lagi bisa beroperasi. Anggaran yang sudah dikeluarkan sekitar Rp2 miliar-Rp4 miliar, ” kata Danang ketika dihubungi Bisnis, Senin (2/9/2013).
Nantinya, pembangunan klaster akan dibagi menjadi dua, yakni klaster yang berada di kota dan klaster di tiga kabupaten. Adapun fungsi dari klaster yang berada di kabupaten untuk melengkapi kebutuhan dari klaster kota atau disebut klaster inti. “Misalnya, mainan bagian tangan kaki ada di kabupaten, badannya ada di kota, ini untuk melengkapi,” tambahnya.
Selama ini, mainan edukatif yang beredar di dalam negeri didominasi oleh mainan impor, khususnya China. Hal tersebut membuat pertumbuhan industri terus menurun. Tahun lalu, kinerja industri mainan turun 5 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adanya klaster mainan ini diharapkan bisa membantu menurunkan nilai impor mainan yang saat ini cukup tinggi.
“Setiap bulannya akan dibuat 20.000-30.000 unit mainan dari klaster ini. Mengingat mainan edukatif sangat dibutuhkan di Indonesia. Sebagai bayangan, tahun depan saja, anggaran untuk PAUD di Kementerian Pendidikan sudah mencapai Rp400 miliar.”
Di sisi lain, belum lama ini pemerintah menetapkan SNI mainan secara wajib, melalui Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-Ind/PER/4/2013 mengenai Pemberlakuan SNI Mainan secara wajib. Dengan adanya aturan tersebut, produsen mainan wajib menerapkan SNI pada setiap produknya.
Namun, lanjut Danang, aturan tersebut belum berlaku sehingga belum ada dampak yang signifikan untuk industri mainan. Padahal sebelumnya Danang mengatakan impor mainan bisa berkurang 30% bila SNI Mainan wajib ini diterapkan.
Menurutnya, Yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh produsen mainan, baik dalam negeri maupun importir. Pasalnya, meski permen sudah keluar April lalu, hingga kini masih banyak produsen yang belum mengetahui beleid tersebut.