Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah tengah menyiapkan aturan pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk tambang mineral sebagai persiapan kebutuhan pabrik pemurnian bijih atau smelter.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dede Ida Suhendra mengatakan aturan DMO ini akan seperti aturan pada batu bara yang disalurkan untuk pembangkit listrik tenaga uap.
“Nanti akan ada aturan seperti DMO batu bara. Untuk saat ini, keperluan pasokan masih kami hitung sesuai dengan smelter yang akan dibangun. Namun, mekanismenya sedang dipersiapkan,” ujarnya, seperti dilaporkan harian Bisnis Indonesia, Rabu (31/7/2013).
Dede menjelaskan mekanisme tersebut merupakan perhitungan berdasarkan kebutuhan pengolahan untuk industri dan perdagangan.
Namun, dia menambahkan, aturan ini masih memerlukan kajian setiap mineral yang memiliki smelter di dalam negeri. “DMO mineral akan diatur melalui keputusan menteri [Kepmen].”
Amanat UU No.4/2009 yang tinggal menghitung bulan seharusnya memacu pemerintah untuk bekerja cepat karena
tahun depan larangan ekspor telah diberlakukan. Setelah smelter selesai terbangun, pemerintah mengharapkan tidak ada lagi raw material atau material yang belum dimurnikan diekspor.
Mengenai jaminan ekspor ini, Dede menjelaskan, perusahaan mineral sebagian besar telah menandatangani pakta integritas. Mereka tetap boleh mengekspor.
Namun, perusahaan tambang harus memberikan pernyataan untuk membangun smelter. Ketika smelter selesai dibangun, ekspor harus dihentikan.
Selain mengatur pasokan materi mentah di dalam negeri, aturan DMO mineral tersebut juga mengatur mengenai produk sampingan dari hasil pengolahan.
“Kami kini sedikit kesulitan menghadapi ekspor bijih besi yang tengah marak akhir-akhir ini karena tidak ada pengawasan.”
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, seharunya bijih besi bisa diolah karena telah ada pabrik pengolahan dan pemurnian di Kalimantan Selatan.
Bahkan, pabrik tersebut mengeluhkan kekurangan pasokan bijih. Hal ini karena perusahaan izin usaha pertambangan (IUP) bijih besi di sekitar Kalimantan Selatan melakukan ekspor.
Sementara itu, Presdir PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan pihaknya tengah menunggu finalisasi dari nota kesepahaman antara perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat itu dengan tiga investor smelter.
Perundingan yang dibahas oleh Freeport dengan tiga investor tersebut antara lain kepastian rencana produksi. Dalam hal ini, pihak Freeport dapat memasok untuk salah satu smelter.
“Namun, ada kemungkinan dua di antaranya atau bisa juga ketiganya. Ini nanti tergantung kesepakatan,” ujarnya.
Kepastian rencana itu tergantung studi kelayakan smelter berkaitan dengan pasokan kebutuhan konsentrat baik dari
Freeport maupun PT Newmont Nusa Tenggara.