Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah disarankan untuk lebih berpedoman pada ketersediaan stok dibandingkan dengan kenaikan paritas harga dalam mengambil kebijakan impor.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Sapi (Aspidi) Thomas Sembiring menilai kebijakan pemerintah yang akan menggunakan paritas harga sebagai pemicu untuk melakukan impor daging sapi salah kaprah.
“Kalau menunggu harga naik di atas 15%, sudah terlambat untuk membuka impor. Ketika barang tersebut didatangkan, harga bisa saja sudah naik hingga 30%. Harga bisa naik kan karena tidak ada stok,” kata Thomas saat dihubungi Bisnis, Minggu (21/7/2013).
Dia menambahkan jika tetap bersikukuh menggunakan paritas harga sebagai indikator, pemerintah harus mampu memprediksi secara tepat kapan harga akan mengalami kenaikan. Sebelum harga naik, pemerintah sudah berkomunikasi dengan importir untuk segera mendatangkan daging sapi.
Spekulan pasar, lanjutnya, bisa muncul karena tidak adanya kepastian pasokan. Mereka yang khawatir lebih memilih untuk menyimpan daging sapi hingga mendapatkan jaminan pasokan.
“Harga akan tetap stabil selama pasokannya terpenuhi. Jadi pemerintah seharusnya menjadikan ketersediaan stok ini sebagai acuan, bukan harganya,” ujarnya.
Dia menuturkan pemerintah seharusnya berkoordinasi dengan para pelaku usaha untuk menghitung bersama jumlah stok yang dibutuhkan. Penghitungan ini juga memasukkan jumlah sapi lokal dan menetapkan jumlah stok ideal.
Kemudian, imbuhnya, pada saat stok diprediksi tidak mampu mencukupi peningkatan kebutuhan, maka keran impor dapat segera dibuka.
Langkah ini, menurutnya bisa lebih efektif meminimalisir keterlambatan tindakan sehingga tercipta stabilitas harga. (ra)