Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali menguat jika laju inflasi pada Juli berhasil dikendalikan.
Di samping karena situasi eksternal, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengakui pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh kondisi domestik, yakni tekanan terhadap neraca transaksi berjalan dan ekspektasi terhadap inflasi.
“Ini yang kami lihat bahwa kalau seandainya inflasi bisa kita jaga, current account deficit kita jaga supaya jangan defisit terlalu besar, itu akan membuat nilai tukar lebih kuat,” katanya seusai rapat koordinasi stabilisasi harga pangan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (17/7).
BI memprediksi inflasi bulanan pada Juli bakal 2,38% karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan faktor musiman kenaikan harga pangan selama bulan puasa.
Kendati demikian, jika pemerintah mampu mengendalikan stabilitas harga pangan, inflasi bisa lebih rendah dari perkiraan bank sentral.
“Pada Juli kita sama-sama tahu inflasi akan tinggi. Kami malah perkirakan bisa di atas 2%. Jadi, ini sesuatu yang perlu kita wasapadai karena masih ada beberapa hari,” tuturnya.
Sementara dari sisi neraca transaksi berjalan, Agus melihat kenaikan harga BBM bersubsidi ditambah permintaan korporasi akan dolar AS yang tidak setinggi bulan sebelumnya serta penyusutan kepemilikan asing dalam portofolio saham akan menjadi faktor positif.
Kurs tengah rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Rabu (17/7) kembali melemah ke Rp10.040 per US$ atau terkoreksi 0,04% dari sehari sebelumnya Rp10.036 per US$.