Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan M. Chatib Basri memberikan sinyal bahwa biaya studi kelayakan Jembatan Selat Sunda tidak akan didanai sepenuhnya dari APBN.
“Mengenai FS (feasibility study/studi kelayakan) itu, disebutkan bahwa nanti akan dilakukan oleh BUMN dengan pemrakarsa,” ujarnya, Jumat (12/7/2013).
Jika dilakukan oleh BUMN bersama pemrakarsa, berarti FS tak didanai sepenuhnya lewat APBN. Kendati demikian, lanjutnya, keputusan itu akan dipastikan pekan depan, tanpa Chatib bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya menyampaikan pelaksanaan FS menunggu keputusan Menteri Keuangan apakah pendanaan studi senilai Rp1,5 triliun itu akan dilakukan melalui APBN atau tidak.
Perkembangan pembangunan JSS selama ini hampir jalan di tempat karena ketidaksepahaman antarmenteri kabinet.
Presiden dan sejumlah menteri berusaha mencari jalan keluar dengan menyerahkan pembangunan kepada swasta sebagai cara yang paling masuk akal agar tidak terlalu membebani APBN.
Namun, Menteri Keuangan sebelumnya, Agus D.W. Martowardojo, mengusulkan agar pembangunan jembatan yang diperkirakan menelan biaya hampir Rp100 triliun itu ditanggung oleh APBN, termasuk biaya studi kelayakan.
Pertimbangannya, JSS merupakan proyek besar sehingga pemerintah sebaiknya merencanakan sendiri tanpa bergantung pada pihak ketiga.
Selain itu, bila studi kelayakan dilakukan oleh swasta (pemrakarsa), menurut Agus, akan timbul dampak terhadap keuangan negara mengingat pemerintah tetap harus memberikan kompensasi atas biaya yang dikeluarkan swasta jika proyek batal alias hasil studi tidak digunakan.
Oleh karena itu, Agus sempat mengusulkan revisi Perpres No 86/2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda yang mencakup empat hal.
Pertama, fokus pengembangan infrastruktur pada pembangunan jembatan, bukan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda.
Kedua, Menteri Pekerjaan Umum sebagai penanggung jawab proyek, berbeda dengan Perpres yang menyebut pengembangan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda dipegang oleh Badan Pengembang yang terdiri atas Dewan Pengarah yang diketuai Menko Perekonomian dan Badan Pelaksana.
Ketiga, peran pemrakarsa dalam pelaksanaan proyek dihilangkan dan diserahkan sepenuhnya kepada Menteri PU sebagai penanggung jawab proyek.
Keempat, semua biaya yang diperlukan dalam penyiapan proyek pembangunan infrastruktur Selat Sunda bersumber dari APBN, padahal dalam Perpres disebutkan, seluruh pembiayaan persiapan proyek dibebankan kepada pemrakarsa.
Namun, dalam beberapa kesempatan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mementahkan usulan tersebut. ”Perpres 86 tetap dipertahankan,” ujarnya.