Bisnis.com, JAKARTA - PT Petrokimia Gresik tidak akan memulai pembangunan Pabrik Amoniak-Urea II selama pemerintah tidak segera sepakat memutuskan sumber alokasi gasnya.
Direktur Utama PT Petrokimia Gresik (PKG) Hidayat Nyakman mengatakan, berdasarkan keputusan rapat di kantor Menteri Kordinator Perekonomian dengan menteri-menteri terkait serta rapat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sudah diputuskan pabrik Amoniak-Urea II akan mendapatkan alokasi gas dari Lapangan MDA-MBH di Blok Offshore Madura Strait yang diperatori Husky-CNOOC Madura Limited.
Namun, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) masih menyarankan agar alokasi gas bersumber dari Lapangan Jambaran-Tiung Biru di Blok Cepu.
“Sampai saat ini kami masih memegang keputusan terakhir yang rapat di Kemenko Perekonomian dan KPK, itu sudah jelas, kami dapat dari Husky,” kata Hidayat ketika dihubungi Bisnis, Selasa (9/7/2013).
Dia menjelaskan sekitar 2009 memang sudah MoA (memorandum of agreement) antara PKG dengan MCL (Mobil Cepu Ltd), Pertamina EP, dan pemegang interest lainnya yang menyatakan pasokan gas berasal dari lapangan Jambaran Tiung Biru, Blok Cepu dipakai untuk memenuhi kebutuhan PKG.
Namun, pada 2012 pihak Kementerian ESDM menawarkan gas yang bersumber dari lapangan milik Husky dengan harga gas yang ditawarkan pun lebih murah. Dari tawaran tersebut, akhirnya pihaknya menyetujui untuk mendapatkan alokasi dari lapangan milik Husky tersebut.
Ditambah, pihak Husky pun juga bergerak cepat untuk segera merealisasikan. “Memang belum ada perjanjian jual beli gas (PJBG) tapi kami sudah banyak bicara soal kesepakatan-kesepakatan,” katanya.
Namun, ketika awal tahun ini ini pemerintah mengatakan bahwa perjanjian kembali ke perjanjian awal, yakni mendapat gas yang bersumber dari Lapangan Jambaran-Tiung Biru, pihaknya pun mempertanyakannya.
Meski mengharapkan gas dari lapangan MDA-MBH milik Husky, pihaknya tetap mendukung seluruh keputusan pemerintah. Hanya saja, bila gas yang diperoleh bersumber dari Lapangan MDA-MBH, pihaknya bisa segera merealisasikan pembangunan pabrik.
Pasalnya, hingga saat ini, pihaknya belum bisa memulai pembangunan sampai adanya perjanjian jual beli gas. “Pada dasarnya kami sudah siap, tingga bergerak saja, segala dokumen sudah siap. Namun tidak bisa mulai bila belum ada kepastian benarnya.”
Awalnya pabrik yang direncanakan berkapasitas produksi sebesar 825 ribu ton amoniak per tahun dan 570 ribu ton urea per tahun ini ditargetkan bisa selesai pada 2016 dengan estimasi konstruksi bisa dimulai tahun ini.
Kenyataannya, hingga kini masalah sumber gas belum bisa diselesaikan sehingga pihaknya belum bisa memperkirakan kembali kapan pabrik akan selesai terbangun.
“Ya target itu kan dulu, kalau sekarang tergantung sumber gasnya. Misalnya baru bisa tender atau konstruksi 2014, kira-kira baru selesai 2017, semakin mundur.”
Mengenai kondisi lapangan gas, menurutnya, memang masa produksi lapangan MDA-MBH lebih pendek dibandingkan Lapangan Jambaran-Tiung Biru, yakni hanya 9 tahun. Tetapi, pihaknya tetap memilih gas yang bersumber dari Husky. Dia pun tidak mempermasalahkan kapasitas pabrik pupuk yang lebih sedikit bila mendapatkan gas yang bersumber dari Husky.
“Dengan masa produksi 9 tahun, kami sudah bisa membangun satu pabrik baru lagi, dibandingkan harus menggunakan gas dari Lapangan Jambaran-Tiung Biru,” ungkapnya. Sayang, pihaknya enggan menyebutkan nilai keuntungan tersebut.