BISNIS.COM, AKARTA—Para pengusaha mewaspadai pelemahan kurs rupiah dan kenaikan biaya distribusi dalam merespons tingginya permintaan menjelang Lebaran, usai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), memerkirakan adanya kenaikan harga barang mencapai 5%-10% menjelang momen puasa dan Lebaran.
Kenaikan tersebut merupakan respons atas peningkatan permintaan yang mencapai 20%-30%. Apalagi, Sofjan menuturkan adanya keinginan dari pelaku jasa distribusi untuk menaikkan harga jasa logistik mencapai 22%-30% setelah berlakunya kenaikan harga BBM bersubsidi.
“Kalau hitungan ekonomi kenaikannya tidak lebih dari 5%, tetapi puasa dan lebaran itu bisa 5%-10%. Kalau ke pasar yang lebih kecil biasanya bisa jauh lebih tinggi . Kita berharap jangan sampai terjadi,” jelasnya, Senin (24/6/2013).
Selain permasalahan di sisi logistik, Sofjan mengatakan tren pelemahan kurs rupiah juga menjadi sorotan bagi para pengusaha. Pelemahan kurs menyebabkan kenaikan ongkos produksi bagi pelaku usaha yang banyak memanfaatkan bahan baku impor dalam produksinya.
Selain itu, beberapa pelaku usaha juga mengimpor barang untuk memenuhi pasokan barang akibat peningkatan permintaan menjelang lebaran. Meskipun kurs yang ditetapkan Bank Indonesia masih di bawah level Rp10.000/US$, Sofjan mengemukakan pada prakteknya kurs yang dipakai dalam transaksi perdagangan sudah di atas level Rp10.000/US$.
“Impor barang tinggi menjelang lebaran di mana pasokannya [impor] lebih dari 30% untuk memenuhi kenaikan permintaan dan produksi,” ujarnya. Dia mendesak pemerintah segera melakukan stabilisasi dan menguatkan kurs rupiah ke kisaran Rp9.700/US$.
Sementara itu, Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani memerkirakan adanya kenaikan harga makanan dan minuman sebesar 0,5%-2% di tengah situasi seperti ini.
“Permintaan naik 20%-30%, bahkan sirup dan biskuit bisa 100%,” ujarnya.
Pihaknya juga menyoroti mengenai tren pelemahan kurs karena besarnya komponen impor yang digunakan untuk produksi makanan dan minuman, terutama untuk kemasan plastik yang 70%-nya dipenuhi melalui impor.
Anton Supit, Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GPPI), memperkirakan adanya kenaikan produksi ayam dan telur mencapai 11%-12%.
Menurutnya, para peternak ayam akan memanfaatkan momen puasa dan lebaran untuk menaikkan harga. (ltc)